Powered By Blogger

Selasa, 12 Mei 2015

BAHASA DALAM KOMUNIKASI POLITIK



BAB 1
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Tanpa politik bahasa, meskipun kegiatan pengajaran bahasa, sastra dan juga budaya masih dapat dilakukan, tetapi ibarat orang melakukan perjalanan jauh tanpa perbekalan yang cukup, jalannya akan terseok-seok dan sejumlah kendala pasti akan ditemui. Dengan politik bahasa yang jelas negara dapat membantu – langsung atau tidak langsung - kegiatan pengajaran bahasa, sastra dan budaya bahkan untuk pengajaran di luar negeri sekalipun. Indonesia dianggap telah mempunyai politik bahasa yang jelas dengan diundangkannya UU No. 24/2009 tetapi bagaimana politik bahasa ini dalam realitas sebenarnya inilah yang merupakan fokus perbincangan ditambah dengan pembahasan latar belakang sejarah dan tonggak perjalanan politik bahasa itu sendiri.
Cara bepikir yang paling mudah jika ingin mengetahui dan memahami politik bahasa sebuah negara adalah dengan melihat apa yang tercantum dalam konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah atau peraturan lain di negara tersebut. Alasannya sederhana karena hanya jika ada landasan dan dasar hukum yang jelas politik dan kebijakan tertentu dapat dijalankan dengan baik oleh sebuah pemerintahan. Hal ini juga berlaku untuk Indonesia atau dengan kata lain jika ingin mengetahui dan memahami politik bahasa pemerintah Indonesia maka simaklah konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan turunan lainnya yang berkaitan dengan bahasa nasional.
Konstitusi Indonesia yang sudah diamandemen empat kali dengan jelas dan tegas pada pasal 36 menyatakan bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Pernyataan dalam pasal ini mengikat segala peraturan perundang-undangan di bawahnya termasuk kebijakan dan langkah-langkah strategis yang diambil oleh pemerintah. Berlandaskan pasal yang sangat mengikat ini lahirlah undang-undang sebagai tindak lanjutnya yaitu undang-undang no. 24 tahun 2009 tentang bendera bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaan.
Mencoba memahami secara lebih mendalam semua ketentuan legal yang berkaitan dengan politik bahasa diharapkan dapat mengungkapkan potensi apa yang telah dimiliki oleh negara ini dan bagaimana potensi tersebut dihadapkan dengan realita nyata dalam masyarakat.
Nusantara kita adalah juragan buah politik, dimana setiap harinya buah-buah politik dilemparkan oleh politikus sebagai juragannya kepada masyarakat kelaparan. Masyarakat yang lapar akan rasa aman, tentram dan sejahtera. Buah yang katanya tak pernah matang namun cukup ranum untuk dinikmati. Penikmat buah tersebut adalah para intelektuil-intelektuil segelintir yang menjadi kroni bagi juragan terhormat. Intelektuil yang kemudian menjamur di pasar-pasar instansi kenegaraan yang menjanjikan, kadang digunakan sebagai sarang keculasan perangkat desa,maupun komponen penyusun kedaulatan sebuah negara.
            Nusantara kita adalah kendi politik yang menyejukkan bagi siapapun yang mereguknya karena dahaga kekuasaan dan jabatan. Indonesia, kemudian disebut sebagai negara kepulauan terbesar yang siap menelurkan sumber daya manusianya untuk kemajuan peradaban . Peradaban yang berbudaya, peradaban yang santun berpolitik. Suatu peradaban akan berkawan dengan semua yang menyokongnya. Salah satu karib dari suatu peradaban untuk negeri ini adalah politik. Politik sendiri bagi seorang mahaguru filsafat seperti Plato, berarti sistem yang mengatur pemerintahan yang menitik beratkan pada kebijakan. Ilmu politik sejatinya telah ada sejak kehidupan purba berabad- abad yang lalu bahkan ini terjadi sebelum masehi. Nusantara kita, Indonesia sendiri mengenal ilmu politik sejak pada zaman kerajaan Hindu Budha yang pertama berdiri di Indonesia . Kutai Kertanegara yang pada tahun 400 Masehi berdiri di ranah Borneo (kini Kalimantan). Ilmu politik sebagaimana suatu perkara juga memiliki bahasanya sendiri. Di Indonesia, politik tenar karena bahasa-bahasa politik cenderung membuai dan memanjakan para penikmat dan pengikut setianya. Politik secara harfiah berarti proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan yang ujung tonggaknya adalah mensejahterakan masyarakat dunia.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun rumusan masalah dalam makalah ini:
a.       Bagaimana bahasa dalam komunikasi politik di Indonesia.?
b.      Pengertian komunikasi dalam politik.?
c.       Memahami Pola-pola Komunikasi dalam Politik?
C.    Tujuan Penulisan
a.       Untuk memahami  bahasa dalam komunikasi politik di Indonesia.?
b.      Mengetahui  komunikasi dalam politik.?
c.       Untuk Mengetahui bagaimana Pola-pola Komunikasi dalam Politik?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Bahasa dalam komunikasi politik di indonesia
Bahassa  politik di Indonesia belum sepenuhnya mendapat jaminan dari sang pemegang kunci kebijakan, artinya sulit sekali orang awam memiliki hak politik yang sama dengan para elite. Hal ini sangat bertentangan dengan konstitusi, yang menjamin kebebasan masyarakat dalam berpolitik. Kecenderungan para elite menolak kebanyakan orang untuk duduk semeja membuktikan rendahnya kualitas dan tata bahasa yang mereka gunakan. Bahasa di dalam politik menjadi sangat penting karena bahasa merupakan pintu masuk untuk meraup dukungan sebanyak-banyaknya bagi kemenangan pengantin politik. Dapat dikatakan bahwa bahasa politik adalah bahasa yang paling santun karena di dalam bahasa politik terdapat semacam magnet yang mampu meyakinkan bahwa golongan masyarakat tertentu layak untuk menerima tampuk kepemimpinan sesuai dengan tujuan berpolitik itu sendiri. Kesantunan bahasa politik di ranah domestik dibuktikan dengan munculnya berbagai situiasi santun bagi para pelaku melalui pembawaan komunikasi yang mereka sodorkan ke khalayak.
B.     Kutipan Penggunaan Bahasa dalam  Komunikasi Politik
a.      Pidato Politik SBY menggungunakan bahasa yang santun
Adalah presiden Indonesia yang dikenal memiliki etika baik dalam berkomunikasi dengan rakyatnya seperti kalimat dalam pidato pada tanggal 14 Maret 2011 berikut yang dikutip oleh Koran Tempo pada tanggal 15 Maret 2011. “Insya Allah, saya akan tetap menjaga integritas, karena itulah tugas saya sebagai pemimpin di negeri ini” .kalimat tersebut diklaim sebagai reaksi SBY dalam menanggapi pemberitaan- pemberitaan yang meresahkan keluarga besar cikeas. Penggunaan kata serapan “Insya Allah” agaknya terlalu bertendensi kepada sifat-sifat kebenaran karena dengan menyertakan nama Tuhan maka sudah dipastikan bahwa si pengucap dan pelaku politik ini terlalu bersih untuk dikelilingi berbagai problematika tak menyenangkan.
b.      Pidato Presiden Sukarno yang tegas
Pada awalnya Bung Karno terpesona dengan pidato politik saat diajak HOS Tjokroaminoto di tahun 1915 ke Solo dan melihat sendiri Pak Tjokro berpidato dengan gaya yang brengas, tegas dan keras. Pak Tjokro saat itu berpidato dengan bahasa Melayu Pasar. Di perkumpulan politik HBS Surabaya sendiri, Bung Karno dengan keras menghendaki penggunaan bahasa Djawa Ngoko sebagai bahasa Politik pergerakan.
Barulah pada tahun 1926, saat Bung Karno sering berdiskusi dengan Tjiptomangunkusumo di Bandung, Bung Karno tersadarkan dengan politik bahasa, saat itu dokter Tjipto bilang kepada Sukarno “Karno, sebuah bangsa itu tidak berdiri hanya sekedar sebagai bangsa, sebagai sebuah geopolitik, tapi sebuah bangsa itu berdiri dengan nyawanya, dengan jiwanya, dan pembahasaan atas nyawa bangsa itu ya, dengan bahasa …. kita tidak bisa lagi menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pergaulan intelektual, tidak pula kita mengenalkan bahasa kepada rakyat djelata dengan bahasa lokal, kita harus jadikan bahasa Melayu Pasar sebagai bahasa Persatuan, kita disatukan oleh jaringan pasar yang berdiri di seluruh pulau-pulau Nusantara, oleh kerna itu, bahasa menjadi politik utama kita sekarang”.
c.       Pidato Megawati yang Menggunakan Bahasa Pragmatik
Pidato Mengawati yang selaku Ketua Umum  PDIP Perjuangan di Bali 8 April 2015 menggunakan bahasa yang ilmiah dan pragmatik, dalam pidato megawati tersebut terdapat beberapa argument yang mengarah kepada pemerintahan sekarang ini, dan dalam kongres tersebut hadir pula presiden Indonesia pak jokowi. Dalam pidato Megawati pun menegaskan bahwa kader yang tidak suka dipanggil "petugas partai" untuk keluar saja dari PDI Perjuangan. "Untuk kader di DPR dan Fraksi PDI Perjuangan, ingatlah bahwa kalian adalah petugas partai dan merupakan perpanjangan tangan partai," kata Megawati di Grand Inna Bali Beach Sanur, Bali, Sabtu (11/4). Dari penyataan megawati ini membuat banyak kalangan geram akan wacana tersebut karena Penggunaan istilah petugas partai cenderung merendahkan. Ada istilah yang standar dalam penyebutan petugas partai sebenarnya, yaitu kader. Oleh karena itu sangat wajar apabila ungkapan Megawati menimbulkan kontroversi,"
d.      Pidato  Gubernur Jawa barat  Ahmad Heryawan yang sangat lebut dan  mempunyai gaya  bahasa seperti ustaz.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan  Merupakan Politisi dan Akademisi yang banyak di sukai di kalangan warga jawa barat bahkan seluruh nusantara ini, Karena karakter dan wibawah beliau sangat santun dan sangat akrab dengan warganya. Aher pun dalam kepemimpinannya banyak mendapatkan penghargaan, dalam setiap pertemuan aher selalu memberikan saran dan masukan untuk warganya seperti dalam menagani pendidikan aher mengatakan kebodohan telah menyebabkan banyak orang meminum minuman keras (miras) oplosan berbahaya. Orang-orang itu hanya mementingkan kesenangan sesaat dan tidak mempertimbangkan dampak dan efeknya. Menurut Heryawan, jika masyarakat paham bahaya miras oplosan, semestinya tidak minum minuman beracun seperti itu.
"Ini urusannya kebodohan, kemudian tidak rasionalnya sejumlah masyarakat, remaja, anak - anak muda yang tidak sayang dengan dirinya dan masa depannya," katanya kepada wartawan di Jalan Dipatiukur, Bandung, Jawa Barat, Sabtu, (6/12/2014).
                  Bahasa yang digunakan di era politik santun dan tegas  ini memang menarik untuk dikaji karena memunculkan citra yang sangat positif bagi para pelakunya. Namun jangan lupakan keluwesan dan pelebaran cakrawala berpikir kaum intelektuil muda kini, karena akses pendidikan kian terbuka lebar di nusantara. Intelektuil maupun masyarakat kini agaknya mulai cerdas dan dicerdaskan oleh berbagai rupa teknologi multimedia yang membawa masyarakat pada keadaan melek politik. Keadaan ini yang dapat merongrong posisi- posisi strategis politikus sehingga bahasa politik dan hukum sering melebar sarat alasan dan kian jauh dari bahasa hukum dan politik yang telah disepakati. Ini merupakan salah satu manuver yang dimunculkan para junjungan politik di masyarakat untuk menghindari sengatan masyarakat yang pro politik bersih. Namun kita sebagai manusia yang telah dicerdaskan pasti bisa menilai, apakah bahasa santun yang diusung ini merupakan pencitraan semata atau memang cermin kepribadian yang sesungguhnya.
C.    Pengertian Komunikasi Politik
Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR
· Gabriel Almond (1960): komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in the political system, political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are performed by means of communication.”
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.
· Process by which a nation’s leadership, media, and citizenry exchange and confer meaning upon messages that relate to the conduct of public policy. (Perloff).
· Communication (activity) considered political by virtue of its consequences (actual or potential) which regulate human conduct under the condition of conflict (Dan Nimmo). Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik. Cakupan: komunikator (politisi, profesional, aktivis), pesan, persuasi, media, khalayak, dan akibat.
· Communicatory activity considered political by virtue of its consequences, actual, and potential, that it has for the funcioning of political systems (Fagen, 1966).
· Political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for the political system (Meadow, 1980).
· Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa –“penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budiardjo).
· Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen.
D.    Hasil Penelitian dalam Komunikasi Politik

E.     Pola-pola Bahasa dalam komunikasi politik
  1. Pola komunikasi vertikal (top down, dari pemimpin kepada yang dipimpin)
  2. Pola komunikasi horizontal (antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok)
  3. Pola komunikasi formal (komunikasi melalui jalur-jalur organisasi formal)
  4. Pola komunikasi informal ( komunikasi melalui pertemuan atau tatap muka, tidak mengikuti prosedur atau jalur-jalur organisasi).
a.      Faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola komunikasi politik
  1. Faktor fisik (alam)
  2. Faktor teknologi
  3. Faktor ekonomis
  4. Faktor sosiokultural (pendidikan, budaya)
  5. Faktor politis




b.      Saluran Komunikasi Politik
  1. Komunikasi Massa yaitu komunikasi ’satu-kepada-banyak’
Contoh : komunikasi melalui media massa.
  1. Komunikasi Tatap Muka yaitu dalam rapat umum, konferensi pers, dan Komunikasi Berperantara yaitu ada perantara antara komunikator dan khalayak, contoh TV.
  2. Komunikasi Interpersonal yaitu komunikasi ’satu-kepada-satu’ contohnya door to door visit, temui publik atau Komunikasi Berperantara yaitu pasang sambungan langsung ‘hotline’ buat publik.
  3. Komunikasi Organisasi yaitu gabungan komunikasi ’satu-kepada-satu’ dan ’satu-kepada-banyak’: Komunikasi Tatap Muka, contohnya diskusi tatap muka dengan bawahan/staf dan Komunikasi Berperantara contohnya pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, newsletter, lokakarya.
c.       Komponen-komponen Sistem Komunikasi Politik
  1. Lembaga-lembaga politik dalam aspek-aspek komunikasinya
  2. Institusi-institusi media dalam aspek-aspek politiknya
  3. Orientasi khalayak terhadap komunikasi politik
  4. Aspek-aspek budaya politik yang relevan dengan komunikasi. (Gurevitch dan Blumler)
 Sumber (komunikator) dalam komunikasi politik
Individual
Kolektif
Pejabat (birokrat)
Pemerintah (birokrasi)
Politisi
Partai politik
Pemimpin opini
Organisasi kemasyarakatan
Jurnalis
Media massa
Aktivis
Kelompok penekan
Lobbyist
Kelompok elite
Pemimpin
Badan/perusahaan komunikasi (media massa)
Komunikator professional


Komunikator Politik
  1. Politisi, komunikator profesional, atau aktivis merupakan komunikator kunci dalam komunikasi politik
  2. Para politisi mewakili aktor yang berusaha memajukan kelompoknya
F.  Model-model komunikasi dalam politik

a.         Model Aristoteles

Model aristoteles merupakan model yang paling klasik dalam ilmu komunikasi. Aristoteles yang hidup pada saat komunikasi retorika sangat berkembang di Yunani. Perkembangan keterampilan orang membuat pidato pembelaan di muka pengadilan dan rapat- rapat umum yang dihadiri oleh rakyat. Sehingga, Model ini lebih berorientasi pada pidato, terutama pidato untuk mempengaruhi orang lain, sehingga model ini juga bisa disebut sebagai model retorikal/ model retoris, yang kini dikenal sebagai komunikasi publik. Model komunikasi ini, mempunyai 3 bagian dasar dari komunikasi yaitu, pembicara (speaker), pesan (message) dan pendengar (listener). Proses komunikasi terjadi saat pembicara menyampaikan pesannya kepada khalayak dengan tujuan mengubah prilaku mereka. Menurut Aritoteles, inti dari komunikasi adalah persuasi dan pengaruh dapat dicapai oleh seseorang yang dipercaya oleh publik. Menurut Aristoteles, persuasi dapat dicapai oleh siapa anda (etos- kepercayaan anda), argumen anda (logos- logika dalam pendapat anda), dan dengan memainkan emosi khalayak (pathos- emosi khalayak). Dengan kata lain, faktor- faktor yang menentukan efek persuasif suatu pidato meliputi isi pidato, susunannya, dan cara penyampainnya. Aristoteles juga menyadari peran khalayak pendengar. Persuasi berlangsung melalui khalayak ketika meraka diarahkan oleh pidato itu ke dalam suatu keadaan emosi. (Deddy , Mulyana. 2002 : 135) Kelemahan dari model ini yang pertama adalah komunikasi dianggap sebagai fenomena yang statis, terfokus pada komunikasi yang bertujuan atau disengaja terjadi ketika seseorang membujuk orang lain untuk menerima pendapatnya. Kemudian model ini tidak memperhitungkan komunikasi non-verbal dalam mempengaruhi orang lain. Walaupun demikian, model ini menginspirasi para ilmuwan untuk mengembangkan model komunikasi modern. Contohnya di Indonesia ketika tim sukses dari pasangan capres dan cawapres mengkampanyekan calon serta visi dan misinya sebagai pemimpin kepada rakyat. Semua itu merupakan bentuk retorika dalam dunia politik.

b.      Model Harold Lasswell

Model komunikasi Lasswell berupa ungkapan verbal, yaitu :
  1. Who (siapa)
  2. Say what (mengatakan apa)
  3. In which channels (melalui saluran apa)
  4. To whom (kepada siapa)
  5. With what effect (dengan akibat apa)
Lasswell mengemukakan tiga fungsi komunikasi, yaitu : pertama, pengawasan lingkungan. Kedua, korelasi berbagai bagian terpisah dalam masyarakat yang merespon lingkungan. Ketiga, transimi warisan sosial dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Lasswell berpendapat bahwa terdapat tiga kelompok spesialis yang bertanggung jawab melaksanakan fungsi-fungsi ini. Misalnya pemimpin politik dan diplomat termasuk kedalam kelompok pengawas lingkungan. Lasswell memandang bahwa suatu proses komunikasi selalu mempunyai efek atau pengaruh. Sehingga, model Lasswell ini menstimuli riset komunikasi di bidang komunikasi politik. Model ini menunjukkan bahwa pihak komunikator pasti mempunyai keinginan untuk mempengaruhi pihak penerima. Oleh karena itu, komunikasi dipandang sebagai upaya persuasi. Upaya penyampaian pesan akan menghasilkan akibat baik positif maupun negatif. Menurut Lasswell hal ini hanya ditentukan oleh bentuk dan cara penyampaiannya. Tidak semua komunikasi bersifat dua arah, dengan suatu aliran yang lancar dan umpan balik yang terjadi antar pengirim dan penerima. Dalam suatu masyarakat banyak informasi yang disaring oleh pengendali pesan, yang menerima informasi dan menyampaikannya kepada publik dengan beberapa perubahan atau penyimpangan. Fungsi penting komunikasi adalah menyediakan informasi mengenai negara- negara kuat lainnya di dunia. Penting bagi suatu masyarakat untuk menemukan dan mengendalikan faktor- faktor yang mengganggu komunikasi yang efisien. Kelemahan dari model Lasswell ini adalah tidak menggambarkan unsur feedback atau umpan balik sehingga proses komunikasi yang dijelaskan bersifat linier atau searah.

c.       Model Gudykunst dan Kim

Model ini sebenarnya merupakan model komunikasi antarbudaya, yakni komunikasi antara orang-orang yang berasal dari budaya berlainan, atau komunikasi dengan orang asing. Meskipun model ini juga tetap berlaku pada setiap orang, karena pada dasarnya tidak ada dua orang yang mempunyai latar budaya, sosiobudaya, dan psikobudaya yang persis sama. Asumsi dari model ini adalah dua orang sejajar dalam berkomunikasi masing-masing dari mereka berperan sebagai pengirim sekaligus sebagai penerima atau keduanya sebagai penyandian (encoding) dan penyandian balik (decoding). Oleh karena itu kita dapat melihat bahwa pesan dari seseorang merupakan umpan balik untuk yang lainnya. Faktor- faktor tersebut adalah filter yang membatasi prediksi yang kita buat mengenai bagaimana orang lain mungkin menanggapi perilaku komunikasi kita, sehingga mempengaruhi cara kita menyandi pesan. Filter ini membatasi rangsangan apa yang kia perhatikan dan bagaimana kita menafsirkan rangsangan tersebut. Faktor budaya menjelaskan kemiripan dan perbedaan budaya, agama, bahasa, individualitas, kolektivitas, yang mempengaruhi nilai dan norma dalam berkomunikasi. Pengaruh sosio budaya menyangkut proses penataan sosial, yaitu keanggotaan dalam kelompok, konsep diri, peran, dan definisi kita tentang hubungan antar pribadi. Faktor psikobudaya menyangkut tentang penataan pribadi seperti stereotip dan sikap terhadap kelompok orang lain. Lingkungan berpengaruh, dilihat dari segi lokasi geografis, iklim, situasi, arsitektural, dan persepsi kita atas lingkungan tersebut. Pengaruh-pengaruh budaya, sosiobudaya, dan psikobudaya berfungsi sebagai filter konseptual untuk menyampaikan maupun meyandi balik pesan. Pengaruh budaya dalam model ini meliputi faktor-faktor yang yang menjelaskan kemiripan dan perbedaan budaya, misalnya pandangan dunia (agama), bahasa, sikap terhadap manusia, dsb. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai, norma, dan aturan dalam perilaku komunikasi kita. Salah satu unsur yang melengkapi model Gudykunst dan Kim adalah lingkungan. Lingkungan mempengaruhi kita dalam menyandi balik pesan. Oleh karena itu, antara dua orang komunikator mungkin mempunyai persepsi dan orientasi yang berbeda terhadap lingkungan, mereka mungkin menafsirkan perilaku dengan cara yang berbeda dalam situasi yang sama.

d.   Model Interaksional

Model ini memiliki karakter yang kualitatif, nonsistemik, dan nonlinier. Komunikasi digambarkan sebagai pembentukan makna (penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain) oleh para peserta komunikasi. Beberapa konsep penting yang digunakan adalah diri (self), diri yang lain (other), simbol, makna, penafsiran, dan tindakan. Menurut model interaksi simbolik, orang-orang sebagai peserta komunikasi bersifat aktif, reflektif dan kreatif, dan menampilkan perilaku yang sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif, dalam konteks ini Blumer mengemukakan tiga premis yang menjadi dasar model Interaksional. Pertama,manusia bertindak mengenai makna yang diberikan individu terhadap lingkungan sosialnya. Kedua, makna berhubungan langsung dengan interaksi sosial yang dilakukan individu dengan lingkungan sosialnya. Ketiga, makna diciptakan, dipertahankan, dan diubah melalui proses penafsiran dilakukan individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya.Model interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif dalam proses komunikasi. Konsep penting yang digunakan adalah diri, diri yang lain, symbol, makna, penafsiran, dan tindakan. Menurut model interaksional orang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interkasi social, melalui pengambilan peran orang lain (role- taking). Diri berkembang melalui interaksi dengan orang lain, kelurga, tahap permainan, hingga lingkungan luas dalam suatu tahahp yang disebut tahap pertandingan (game stage). Dimana individu selalu melihat dirinya melalui perspektif (peran orang lain), sehingga konsep diri tumbuh berdasarkan bagaimana orang lain memandang diri individu tersebut. Model Interaksional menempatkan diri komunikator dalam posisi sejajar dengan komunitator lain sehingga terjadi interplay yang demokratis dalam kuadran komunikasi saling memberi dan menerima. Komunikator biasanya tidak enggan untuk bertemu banyak orang, mendengar dan membangun kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk dengan orang atau kekuatan politik yang pernah berseberangan dengannya.

e.       Agenda Setting

Agenda-setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi, apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat. Media massa memiliki efek yang sangat kuat terutama karena berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap dan pendapat. Teori agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar mengenai isu-isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya. (Burhan, Bungin, 2008:282). Menurt McCombs dan Donald Shaw audiens tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari arti penting yang diberikan pada suatu isu dari cara media massa memberikan penekanan pada topic tersebut. Contohnya media massa terlihat menentukan mana topic yang penting dalam merefleksikan apa yang dikatakan para kandidat dalam suatu kampanye pemilu. Artinya media massa menetapkan “agenda” kampanye tersebut dan kemampuan untuk mempengaruhi kognitif individu. Jika calon pemilih telah menganggap penting suatu issu maka mereka akan memilih kandidat partai yang paling berkompeten dalam menangani issu tersebut. Dan menurut Funkhouser, media berita diyakini oleh banyak orang sebagi sumber informasi yang dapat dipercaya, tetapi media berita tidak mesti demikian.

f.    Proses Komunikasi Politik

Proses komunikasi politik sama dengan proses komunikasi pada umumnya (komunikasi tatap muka dan komunikasi bermedia) dengan alur dan komponen:
1. Komunikator/Sender – Pengirim pesan
2.   Encoding – Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan
3. Message – Pesan
4. Media – Saluran
5. Decoding – Proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol
6. Komunikan/Receiver – Penerima pesan
7. Feed Back – Umpan balik, respon.

Saluran Komunikasi Politik

1.      Komunikasi Massa – komunikasi ‘satu-kepada-banyak’, komunikasi melalui media massa.
2.      Komunikasi Tatap Muka –dalam rapat umum, konferensi pers, etc.— dan Komunikasi Berperantara –ada perantara antara komunikator dan khalayak seperti TV.
3.      Komunikasi Interpersonal – komunikasi ‘satu-kepada-satu’ –e.g. door to door visit, temui publik, etc. atau Komunikasi Berperantara –e.g. pasang sambungan langsung ’hotline’ buat publik.
4. Komunikasi Organisasi – gabungan komunikasi ‘satu-kepada-satu’ dan ‘satu-kepada-banyak’: Komunikasi Tatap Muka e.g. diskusi tatap muka dengan bawahan/staf, etc. dan Komunikasi Berperantara e.g. pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, newsletter, lokakarya, etc.


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Dari berbagai sumber diatas mengenai bahasa dalam komunikasi politik dapat disimpulkan bahwa bahasa dan politik sangat berkaitan erat karena bahasa mempu mempergaruhi politik, dan bahasa pula yang mampu membangun sebuah politik yang bagus dan  Bahasa merupakan alat komunikasi dan alat interaksi yang dimiliki oleh manusia dan menjadi ciri khas diri manusia. Manusia yang normal selalu menggunakan bahasa dalam beraktivitas antarsesama manusia dalam kehidupan sehari-hari (homo longuens). Begitu besarnya arti bahasa dalam kehidupan manusia tetapi kita selalu melupakan untuk memikirkan peranan bahasa. Koentjaraningrat (1967) mengatakan bahwa bahasa merupakan unsur vital dalam kebudayaan.Suatu kebudayaan yang tinggi derajatnya didukung oleh suatu bahasa dengan kesusastraan yang tinggi, walaupun suatu bahasa pada dasarnya hanya berfungsi sebagai alat komunikasi praktis antarsesama penuturnya.
Secara politik, bahasa daerah adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa perhubungan intradaerah atau intramasyarakat di samping bahasa Indonesia, selain itu juga dipakai sebagai sarana pendukung sastra serta budaya daerah atau masyarakat etnik di wilayah Republik Indonesia.
B.     Saran
Dalam makalah ini penyusun memberi saran kepada pembaca bahwa untuk memperluas wawasan pembaca dalam memahami struktur bahasa dalam komunikasi politik  tidaklah hanya berpedoman pada makalah ini, karena masih banyak dari sumber-sumber lain yang menjelaskan tentang berbagai materi di atas. Kunci daripada orang sukses adalah membaca, karena dengan membaca kita bisa tahu yang mungkin tidak kita ketahui.




Daftar Pustaka

Arifin, Zaenal dan S. Amran Tasai. 2003. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo
Badudu, J.S. 2008 Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia
Slametmulyana. 1965. Politik Bahasa Nasional. Jakarta: Jambatan
Dan Nimmo. Komunikasi Politik. Rosda, Bandung, 1982.
Mochtar Pabottinggi, “Komunikasi Politik dan Transformasi Ilmu Politik” dalam Indonesia dan Komunikasi Politik, Maswadi Rauf dan Mappa Nasrun (eds). Jakarta, Gramedia, 1993.
Media: Televisi


KATA PENGANTAR


Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah berjudul “Bahasa dalam komunikasi politik”  ini terselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Pragmatik dan Semantik Bahasa Indonesia”. Sebagai ilmu yang tentunya statis maka diharapkan makalah ini bukan tidak hanya sampai pada sebuah teks saja tetapi dapat menjadi referensi pembaca dalam berdialektika. Dengan adanya dialektika maka keyakinan akan lahirnya ilmu baru akan memperkaya khasanah keilmuan secara teoritis maupun praktis.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi pengembangan penulisan makalah selanjutnya. Besar harapan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan.



Makassar 02  Mei  2015






i
 


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A.Latar Belakang 1
B.Rumusan Masalah 3
C.Tujuan 3
BAB II PEMBAHASAN 4
A Bahasa dalam komunikasi politik 4
    B. Pengertian Komunikasi dalam Politik 5
    C. Pola-pola Komunikasi dalam politik 7
    BAB III PENUTUP 16
A.  Simpulan 16
    B.  Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17           
ii
 
 Tugas individu

Pragmatik
 

                                    
                               

\







Disusun oleh

Muhammad Dahlan
105040901514




PROGRAM PASCA SARJANA
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015