Powered By Blogger

Kamis, 13 Oktober 2016

MAKALAH VONEM DAN KONSONAN BAHASA INDONESIA




                                                          KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahnya-lah sehingga kami  dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Tak lupa pula kita ucapkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah yang telah menghantarkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh berkah.
Adapun judul makalah kami   “FONOLOGI BAHASA INDONESIA   ”, dan kami sangat berharap semoga dengan adanya makalah   ini kami dapat memberikan sedikit gambaran dan memperluas wawasan ilmu yang kita miliki.
Terima kasih atas pihak yang telah mendukung kami dalam pembuatan makalah ini, jika ada salah  kata, kami bersedia menerima kritik dan saran untuk pembuatan  makalah  selanjutnya. Jika ada yang tidak berkenan di hati kalian, saya  mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Billahi Fii Sabilillaq Fastabiqul Khaerat.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Makassar,  2016

Penulis









BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Fonem adalah bunyi terkecil yang dapat membedakan makna, sedangkan huruf adalah lambang bunyi atau lambang fonem. Yang membedakan arti kata jahat dan jahit adalah /i/ yang dilambangkan dengan huruf I dan bunyi /a/ yang dilambangkan dengan bunyi huruf a, bunyi /i/ dan bunyi /a/ disebut fonem /i/ dan fonem /a/.
Unsur bahasa yang terkecil berupa lambang bunyi ujaran disebut
fonem. Ilmu yang mempelajari fonem disebut fonologi atau fonemik. Fonem
dihasilkan oleh alat ucap manusia atau arbitren yang dikenal dengan artikulasi.
Mungkin kita bertanya-tanya, apakah sama antara fonem dengan huruf? Tentu saja tidak, fonem adalah bunyi dari huruf, dan huruf adalah lambang dari bunyi. Jadi, fonem sama dengan bunyi, sedangkan huruf adalah lambang. Jumlah huruf hanya 26. Setelah kita melafalkan ke 26 huruf itu, berarti kita mendapatkan 26 bunyi huruf (fonem). Akan tetapi, jumlah fonem dalam bahasa Indonesia ternyata lebih dari 26 karena beberapa huruf mempunyai lebih dari satu lafal bunyi.

Berdasarkan kenyataan, ternyata di dalam bahasa Indonesia hanya ditemukan fonem segmental saja, dan bunyi suprasegmental tidak terbukti dapat membedakan arti. Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia tidak ditemukannya fonem suprasegmental. Itulah sebabnya dalam kajian berikut ini hanya dibicarakan fonem segmental bahasa Indonesia yang meliputi fonem vocal, fonem konsonan, dan fonem semi konsonan.
Fonem Vokal
Ada lima dalil atau lima prinsip yang dapat diterapkan dalam penentuan fonem-fonem suatu bahasa. Kelima prinsip itu berbunyi sebagai berikut :
  1. Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip apabila berada dalam pasangan minimal merupakan fonem-fonem.
  2. Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip apabila berdistribusi komplementer merupakan sebuah fonem.
  3. Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip apabila bervariasi bebas, merupakan sebuah fonem.
  4. Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip, yang berada dalam pasangan mirip merupakan sebuah fonem sendiri-sendiri.
  5. Setiap bunyi bahasa yang berdistribusi lengkap merupakan sebuah fonem.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian fonem dan contohnya?
2.      Bagaimana fonem dalam bahasa Indonesia beserta wujudnya?
3.      Bagaimana peranan alat ucap penghasil ujaran?
4.      Apa pengertian vokal dan konsonan di Indonesia?
5.      Ejaan apa saja yang pernah berlaku di Indonesia?

1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian fonem dan contohnya
2.      Untuk mengetahui fonem dalam bahasa Indonesia beserta wujudnya
3.      Untuk mengetahui peranan alat ucap penghasil ujaran
4.      Untuk mengetahui pengertian vokal dan konsonan di Indonesia
5.      Untuk mengetahui ejaan yang pernah berlaku di Indonesia




BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Fonem Beserta Contohnya
              Fonem adalah unsur bahasa yang terkecil dan dapat membedakan arti atau makna (Gleason,1961: 9). Berdasarkan definisi diatas maka setiap bunyi bahasa, baik segmental maupun suprasegmental apabila terbukti dapat membedakan arti dapat disebut fonem.
Setiap bunyi bahasa memiliki peluang yang sama untuk menjadi fonem. Namun, tidak semua bunyi bahasa pasti akan menjadi fonem. Bunyi itu harus diuji dengan beberapa pengujian penemuan fonem. Nama fonem, ciri-ciri fonem, dan watak fonem berasal dari bunyi bahasa. Adakalanya jumlah fonem sama dengan jumlah bunyi bahasa, tetapi sangat jarang terjadi. Pada umumnya fonem suatu bahasa lebih sedikit daripada jumlah bunyi suatu bahasa.
Contoh:
·      Pada pasangan kata bahasa Jawa pala dan bala. Kedua kata itu mempunyai makna yang berbeda karena adanya perbedaan bunyi pada awal kata, yaitu bunyi [p] dan [b]. Kata pertama berarti ‘buah pala’, sedangkan kata kedua berarti ‘teman’. Kedua bunyi itu merupakan fonem yang berbeda dan masin-masing ditulis sebagai /p/ dan /b/.
·      Pada pasangan kata kaki dan kaku. Kedua kata itu mempunyai makna yang berbeda karena adanya perbedaan bunyi pada akhir kata, yaitu bunyi [i] dan [u]. Kata pertama berarti ‘anggota gerak bagian bawah’, sedangkan kata kedua berarti ‘keras/tidak ealstis’. Kedua bunyi itu merupakan fonem yang berbeda dan masin-masing ditulis sebagai /i/ dan /u/.
·         . Fonem
       Fonem adalah bunyi bahasa yang menyebabkan perbedaan arti. Bunyi yang dihasilkan alat ucap cukup banyak. Di antaranya ada yang berperan di dalam bahasa. Namanya bunyi bahasa. Ada bunyi bahasa yang menyebabkan perbedaan arti dan ada yang tidak.
       Dalam ilmu bahasa, fonem ditulis di antara tanda garis miring: /…/,  
contoh dari fonem: /a/, /b/, /c/, dan /d/. Dalam bahasa tulis, fonem ditulis dengan grafem. Grafem ditulis dengan huruf di antara dua kurung sudut: <…>, seperti <a>, <b>, <c>, dan <d>. Representasi fonem dan grafem kadang-kadang sama, kadang-kadang tidak. Kata pasar, misalnya, terjadi dari lima grafem, yaitu <p>, <a>, <s>, <a>, dan <r>. Masing-masing melambangkan fonem /p/, /a/, /s/, /a/, dan /r/. Hubungan satu lawan satu seperti itu tidak selalu berlaku. Grafem <e> pada kata besar, sore, dan ember, misalnya, ternyata mewakili tiga fonem yang berbeda. Sebaliknya, pada kata barang grafem <ng>, yang ditulis dengan dua huruf, hanya melambangkan sebuah fonem.
       Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap kosakata dari bahasa asing. Bersamaan dengan proses itu terserap pula fonem baru, seperti /f/ pada kata aktif, /kh/ pada akhir, /q/ pada Alquran, /sy/ pada syarat, /v/ pada veto, dan /z/ pada izin. Fonemfonem seperti itu disebut fonem serapan.

2. Vokal dan Konsonan
      Oleh ahli bahasa, fonem dipilah menjadi dua kelompok, yaitu vokal dan konsonan. Dalam bahasa Indonesia ada enam vokal yang ditulis dengan huruf <a>, <e>, <i>, <o>, dan <u>, seperti yang terdapat pada ada, enak, benar, ini, olah, dan buku yang disebut vokal tunggal. Selain itu, ada tiga vokal rangkap (diftong) seperti <au> pada kacau, <ai> pada ramai, dan <oi> pada amboi.
     Kualitas vokal ditentukan oleh:
(1) tinggi rendahnya posisi lidah,
(2) bagian lidah yang dinaikturunkan, dan
(3) bentuk bibir. Berdasarkan tinggi rendahnya lidah pada saat mengucapkan vokal, vokal dipilah menjadi vokal tinggi, vokal sedang, dan vokal rendah.
    Berdasarkan bagian lidah yang dinaikturunkan, vokal dibedakan menjadi vokal depan, vokal tengah, dan vokal belakang. Berdasarkan bulat tidaknya bentuk bibir pada waktu melafalkan vokal, vokal dipilah menjadi vokal bundar dan vokal tanbundar.
·         Tabel Vokal
·        
·              Kalau vokal dihasilkan dengan membebaskan udara yang keluar dari paru-paru, konsonan justru sebaliknya. Konsonan dihasilkan dengan menghambat udara yang keluar dari paru-paru.
Konsonan biasanya dipilah berdasarkan: 
(1) ikut tidaknya pita suara bergetar,
(2) alat ucap (artikulator), dan
(3) cara mengucapkannya (artikulasi).
·         Tabel Konsonan
·        
·                 Umumnya konsonan ditulis dengan satu huruf (monograf) seperti, <b>, <c>, <d>, <f>, <g>, <h>, <j>, <k>, <l>, <m>, <n>, <p>, <q>, <r>, <s>, <t>, <v>, <w>, dan <y>. Walaupun begitu, ada konsonan yang ditulis dengan dua huruf (digraf) seperti <ng>, <ny>, <kh>, <sy> pada nganga, nyanyi, khusus, dan syarat.

3. Suku Kata
      Kata dapat dilafalkan dalam satu embusan napas atau lebih. Kata pasar, misalnya dilafalkan dengan dua embusan napas, satu untuk pa– dan satu lagi untuk –sar. Oleh karena itu, pasar terdiri atas dua suku kata. Dengan cara seperti itu, kata ia dua suku kata, santai dua suku kata, sendirian empat suku kata, dan keterlaluan lima suku kata.
      Suku kata selalu ditandai oleh sebuah vokal (disingkat V) yang dapat didahului, diikuti, atau diapit konsonan (disingkat K). Suku yang diakhiri vokal disebut suku terbuka, yang diakhiri konsonan disebut suku tertutup.
Pola suku kata bahasa Indonesia
1. V : a-mal, su-a-tu, tu-a
2. VK : ar-ti, ber-il-mu, ka-il
3. KV : pa-sar, sar-ja-na, war-ga
4. KVK : pak-sa, ke-per-lu-an, pe-san
5. KVKK : teks-til, kon-teks-tu-al, mo-dern
6. KVKKK : korps
7. KKV : slo-gan, dra-ma, ko-pra
8. KKVK : trak-tor, a-trak-si, kon-trak
9. KKKV : stra-te-gi, stra-ta
10. KKKVK : struk-tur, in-struk-si, strom
11. KKKVKK : kom-pleks

4. Lafal
       Lafal adalah cara mengucapkan kata. Lafal yang baik adalah lafal baku yang bebas dari ciri lafal asing atau lafal daerah (Nasution, 1985). Contoh lafal adalah, kata <betul> dilafalkan [be-tul] bukan [bé-tul], <Bogor> dilafalkan [bO-gOr] bukan [mbO-gOr ], dan <rahmat> dilafalkan [rah-mat] bukan [rOh-mat] atau [rOh-mad].
     Lafal ada terdengar lemah, ada yang keras; ada yang bernada rendah, ada yang bernada tinggi; ada yang terhenti sebentar, ada yang berhenti lama; ada yang lambat, ada yang cepat-cepat, ada yang mendatar, ada yang menurun. Keseluruhan gejala seperti di atas disebut intonasi.
Jeda atau perhentian terjadi pada saat mengucapkan kata, frase, klausa, dan kalimat. Pada waktu melafalkan kata, jeda singkat terletak di antara suku-sukunya. Ketika melafalkan frase, jeda terletak di antara kata-kata yang menjadi unsurnya. Begitu pula ketika melafalkan klausa atau kalimat, jeda ada di antara frase atau klausa yang menjadi unsurnya. Jeda ada yang pendek, pada contoh bertanda / dan ada yang panjang, pada contoh bertanda //. Pengumuman // Bu Asmi / segera datang // (yang segera datang Bu Asmi). Pengumuman Bu Asmi / segera datang // (yang segera datang pengumuman dari Bu Asmi).

5. Memenggal Kata
      Memenggal berbeda dengan melafalkan kata. Memenggal berhubungan dengan bahasa tulis, sedangkan melafalkan dengan bahasa lisan. Dalam bahasa tulis mungkin orang kehabisan larik dan harus pindah ke larik berikutnya. Kalau hal itu terjadi, mau tidak mau harus dilakukan pemenggalan kata.
Pemenggalan kata biasanya dilakukan dengan mempertimbangkan:
(1) suku kata,
(2) imbuhan sebagai satu kesatuan makna yang tidak bisa dipenggal,
(3) menghindari pemenggalan yang hanya terdiri satu satu huruf.
Perhatikan tabel memnggal kata berikut ini:
·        
·          Semoga bahasan Fonem, suku kata, vokal, konsonan, lafalnya bermanfaat :)
2.2. Fonem dalam Bahasa Indonesia Beserta Wujudnya
            Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat membedakan arti. Ilmu yang mempelajari tentang fonem disebut fonemik. Fonemik merupakan bagian dari fonologi. Fonologi ini khusus mempelajari bunyi bahasa. Untuk mengetahui suatu fonem harus diperlukan pasangan minimal.
Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara, bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok: vokal dan konsonan.
Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor:
  • tinggi-rendahnya posisi lidah (tinggi, sedang, rendah)
  • bagian lidah yang dinaikkan (depan, tengah, belakang)
  • bentuk bibir pada pembentukan vokal itu (normal, bundar, lebar/terentang)
Vokal dibagi menjadi dua, yaitu
·         vokal tunggal  (monoftong) yang meliputi a, i, u, e, o
·         vokal rangkap (diftong), yang meliputi ai, au, oi.
Konsonan adalah bunyi bahasa yang arus udaranya mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor:
  • keadaan pita suara (merapat atau merenggang - bersuara atau tak bersuara)
  • penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap/artikulator (bibir, gigi, gusi, lidah, langit-langit)
  • cara alat ucap tersebut bersentuhan/berdekatan
Contoh konsonan antara lain b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z. Konsonan rangkap disebut kluster. Contoh kluster pada kata drama, tradisi, film, modern.

2.3. Peranan Alat Ucap Penghasil Ujaran
            Artikulator adalah alat ucap yang bersentuhan atau yang didekatkan untuk membentuk bunyi bahasa.
Daerah artiulasi adalah daerah pertemuan antara dua artikulator. Macamnya:
  • Bilabial - bibir atas dan bibir bawah (kedua bibir terkatup), mis.: [p], [b], [m]
  • Labiodental - bibir bawah dan ujung gigi atas, mis.: [f]
  • Alveolar - ujung/daun lidah menyentuh/mendekati gusi, mis.: [t], [d], [s]
  • Dental - ujung/daun lidah menyentuh/mendekati gigi depan atas
  • Palatal - depan lidah menyentuh langit-langit keras, mis.: [c], [j], [y]
  • Velar - belakang lidah menempel/mendekati langit-langit lunak, mis.: [k], [g]
  • Glotal (hamzah) - pita suara didekatkan cukup rapat sehingga arus udara dari paru-paru tertahan, mis.: bunyi yang memisahkan bunyi [a] pertama dan [a] kedua pada kata saat
Cara artikulasi adalah cara artikulator menyentuh atau mendekati daerah artikulasi. Macamnya:
  • Bunyi hambat - kedua bibir terkatup, saluran ke rongga hidung tertutup, kemudian katup bibir dibuka tiba-tiba. Mis.: [p] dan [b]
  • Bunyi semi-hambat - kedua bibir terkatup, udara dikeluarkan melalui rongga hidung. Mis.: [m]
  • Bunyi frikatif - arus udara dikeluarkan melalui saluran sempit sehingga terdengar bunyi berisik (desis). Mis.: [f] dan [s]
  • Bunyi lateral - ujung lidah bersentuhan dengan gusi dan udara keluar melalui samping lidah. Mis.: [l]
  • Bunyi getar - ujung lidah menyentuh tempat yang sama berulang-ulang. Mis.: [r]
2.4. Pengertian Vokal dan Konsonan di Bahasa Indonesia
Vokal
Konsonan
·         Bunyi   yang   tidak   disertai hambatan   pada   alat   bicara. Hambatan   hanya   terdapat pada pita suara.
·         Tidak terdapat artikulasi
·         Semua vocal dihasilkan dengan bergetarnya      pita  suara.
·         Dengan     demikian, semua   vokal   adalah   bunyi suara.
·         Bunyi yang dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat bicara.
·         Terdapat artikulasi.
·         Konsonan   bersuara   adalah konsonan   yang   dihasilkan dengan      bergetarnya      pita suara.   Konsonan   tidak   bersuara   adalah   konsonan   yang dihasilkan tanpa bergetarnya pita suara.

2.4.1. Bunyi Huruf Vokal
Bunyi vokal dibedakan berdasarkan posisi tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, struktur, dan bentuk bibir. Dengan demikian, bunyi vokal tidak dibedakan berdasarkan posisi artikulatornya karena pada bunyi vokal tidak terdapat artikulasi. Klasifikasi vokal sebagai berikut :
1.      Vokal berdasarkan tinggi rendahnya posisi lidah.
Vokal Tinggi    = [ i ], [ I ], [ u ], [ U ]
Vokal Madya   = [ e ], [ e ], [ o ], [ c ]
Vokal Rendah  = [ a ]

2. Vokal berdasarkan bagian lidah (depan, tengah, belakang) yang bergerak (gerak naik turunnya lidah).
Vokal Depan = [ i ], [ I ], [ e ], [ a ]
Vokal Tengah = [ a ]
Vokal Belakang = [ o ], [ c ], [ u ], [ U ]

3. Vokal berdasarkan posisi strukturnya
Struktur adalah keadaan hubungan posisional artikulator aktif dan artikulator pasif. Artikulator aktif adalah alat ucap yang bergerak menuju alat ucap yang lain saat membentuk bunyi bahasa. Artikulator pasif adalah alat ucap yang dituju oleh artikulator aktif saat membentuk bunyi bahasa.
Dalam bunyi vokal tidak terdapat artikulasi, maka struktur untuk vokal ditentukan oleh jarak lidah dengan langit-langit. Menurut strukturnya, vokal dapat dibedakan seperti uraian berikut:          
a. Vokal tertutup (close vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat setinggi mungkin mendekati langit-langit. Vokal tertutup antara lain [ i ], [ u ].
b. Vokal semitertutup (half-close) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau dua per tiga di atas vokal terbuka. Vokal semitertutup antara lain [ e ], [ o ], [ I ], [ U ]     
c. Vokal semiterbuka (half-open) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di atas terbuka atau dua per tiga di bawah vokal tertutup. Vokal semiterbuka antara lain [ a ], [ c ].          
d. Vokal terbuka (open vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah dalam posisi serendah mungkin. Vokal terbuka adalah [ a ].           

4. Vokal berdasarkan bentuk bibir saat vokal diucapkan.
·        Vokal tidak bulat/unrounded vowels (bibir tidak bulat dan terbentang lebar) = [ i ], [ I ], [ e ], [ e ]
·        Vokal netral/neutral vowels (bibir tidak bulat dan tidak terbentang lebar) = [a]
·        Vokal bulat/rounded vowels (bibir bulat) Terbuka bulat = [ c ]
·                    Vokal bulat/rounded vowels (bibir bulat) Tertutup bulat = [ o ], [ u ], [ U ]

2.4.2. Bunyi Huruf Konsonan         
            Klasifikasi konsonan berdasarkan cara pengucapan atau cara artikulasi
, sebagai berikut :
1. Konsonan Hambat Letup (Stops, Plosives)         
Konsonan hambat letup ialah konsonan yang terjadi dengan hambatan penuh arus udara. Kemudian, hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba. Berdasarkan tempat artikulasi, konsonan hambat letup dibedakan seperti berikut.
a. Konsonan hambat letup bilabial. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya bibir bawah dan artikulator pasifnya bibir atas. Bunyi yang dihasilkan [ p, b ].
b. Konsonan hambat letup apiko-dental. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya ujung lidah dan artikulator pasifnya gigi atas. Bunyi yang dihasilkan     [ t, d ].       
c. Konsonan hambat letup apiko-palatal. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya ujung lidah dan artikulator pasifnya langitlangit keras (langit-langit atas). Bunyi yang dihasilkan [ t , d ]. [ t ] ditulis th sedangkan [ d ] ditulis dh.
d. Konsonan hambat letup medio-palatal. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya tengah lidah dan artikulator pasifnya langitlangit keras. Bunyi yang dihasilkan [ c, j ].    
e. Konsonan hambat letup dorso-velar. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya pangkal lidah dan artikulator pasifnya langitlangit lunak (langit-langit bawah). Bunyi yang dihasilkan [ k, g ].    
f. Konsonan hamzah. Konsonan ini terjadi dengan menekan rapat yang satu terhadap yang lain pada seluruh pita suara, langit-langit lunak beserta anak tekak di tekan ke atas sehingga arus udara terhambat beberapa saat.
2. Konsonan Nasal (Sengau)           
Konsonan nasal (sengau) ialah konsonan yang dibentuk dengan menghambat rapat (menutup) jalan udara dari paru-paru melalui rongga hidung. Bersama dengan itu langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan sehingga udara keluar melalui rongga hidung. Berdasarkan tempat artikulasinya, konsonan nasal dibedakan sebagai berikut:   
a. Konsonan nasal bilabial. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya bibir bawah dan artikulator pasifnya bibir atas. Nasal yang dihasilkan [ m ].
b. Konsonan nasal medio-palatal. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya tengah lidah dan artikulator pasifnya langit-langit keras. Nasal yang dihasilkan ialah [ ñ ].   
c. Konsonan nasal apiko-alveolar. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya ujung lidah dan artikulator pasifnya gusi. Nasal yang dihasilkan ialah [ n ].
d. Konsonan nasal dorso-velar. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya pangkal lidah dan artikulator pasifnya langit-langit lunak. Nasal yang diberikan [ h ].
3. Konsonan Paduan ( i tes) 
Konsonan paduan adalah konsonan hambat jenis khusus. Tempat artikulasinya ialah ujung lidah dan gusi belakang. Bunyi yang dihasilkan [ts , d5]. Bunyi [ ts ] ditulis ch sedangkan bunyi [d5] ditulis dg.      
4. Konsonan Sampingan ( te ls)       
Konsonan sampingan dibentuk dengan menutup arus udara di tengah rongga mulut sehingga udara keluar melalui kedua samping atau sebuah samping saja. Tempat artikulasinya ujung lidah dengan gusi. Bunyi yang dihasilkan [ I ].
5. Konsonan Geseran atau Frikatif  
Konsonan geseran atau frikatif adalah konsonan yang dibentuk dengan menyempitkan jalan arus udara yang diembuskan dari paruparu, sehingga jalan udara terhalang dan keluar dengan bergeser. Menurut artikulasinya, konsonan geseran dibedakan sebagai berikut:    
a. Konsonan geseran labio-dental. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya bibir bawah dan artikulator pasifnya gigi atas. Bunyi yang dihasilkan [ f , v ].
b. Konsonan geseran lamino-alveolar. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya daun lidah (lidah bagian samping) dan ujung lidah sedangkan artikulator pasifnya gusi. Bunyi yang dihasilkan [ s , z ].
c. Konsonan geseran dorso-velar. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya pangkal lidah dan artikulator pasifnya langit-langit lunak. Bunyi yang dihasilkan [ x ].          
d. Konsonan geseran laringal. Konsonan ini terjadi jika artikulatornya sepasang pita suara dan glotis dalam keadaan terbuka. Bunyi yang dihasilkan [ h ].
6. Konsonan Getar ( ills, i ts)           
Konsonan getar ialah konsonan yang dibentuk dengan menghambat jalan arus udara yang diembuskan dari paru-paru secara berulang-ulang dan cepat. Menurut tempat artikulasinya konsonan getar dinamai konsonan getar apiko-alveolar. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktif yang menyebabkan proses menggetar adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya gusi. Bunyi yang dihasilkan [ r ].
7. Semivokal
Bunyi semivokal termasuk konsonan. Hubungan antarpenghambat dalam mengucapkan semivokal adalah renggang terbentang atau renggang lebar. Berdasarkan hambatannya, ada dua jenis semivokal sebagai berikut.
a. Semivokal bilabial, semivokal ini terjadi jika artikulator aktifnya bibir bawah dan artikulator pasif adalah bibir atas. Bunyi yang dihasilkan adalah bunyi [ w ].
b. Semivokal medio-palatal, semivokal ini terjadi jika artikulator aktifnya tengah lidah dan artikulator pasifnya langit-langit keras. Bunyi yang dihasilkan [ y ].

2.5. Ejaan yang Pernah Berlaku di Indonesia
2.5.1. Ejaan Van Ophuijsen
           adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk bahasa Indonesia.
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
·         huruf ‘j’ untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
·         huruf ‘oe’ untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
·         tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
2.5.2. Ejaan Republik (edjaan repoeblik)
adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
·      huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroeguru.
·      bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan ‘k’, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
·      kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
·      awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
2.5.3. Pembaruan ejaan (bahasa Inggris: spelling reform)
adalah tindakan untuk memperbaiki sistem ejaan dengan membuatnya lebih menggambarkan fonem yang ada dalam suatu bahasa. Sejak awal abad ke-19, lebih dari 31 bahasa modern telah melakukan pembaruan ejaan, kadang secara radikal. Indonesia telah mengalami beberapa kali pembaruan ejaan dengan yang terakhir berupa pemberlakuan Ejaan Yang Disempurnakan pada tahun 1972.
2.5.4. Ejaan Melindo
adalah sistem ejaan Latin yang termuat dalam Pengumuman Bersama Edjaan Bahasa Melaju-Indonesia (Melindo) (1959) sebagai hasil usaha penyatuan sistem ejaan dengan huruf Latin di Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu. Keputusan ini dilakukan dalam Perjanjian Persahabatan Indonesia dan Malaysia pada tahun 1959. Sistem ini tidak pernah sampai diterapkan.
2.5.5. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
adalah penyempurnaan dari ejaan – ejaan sebelumnya yang merupakan hasil kerja dari panitia ejaan Bahasa Indonesia yang dibentuk oleh LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan) pada 1966. Ejaan ini diresmikan dalam pidato kenegaraan memperingati HUT Kemerdekaan RI ke 27, 17 Agustus 1972. Selanjutnya dikukuhkan dalam Surat Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
Beberapa penyempurnaan itu diantaranya adalah :                                                   
1. Huruf J, DJ, NJ, CH, TJ, SJ pada Ejaan Soewandi diubah menjadi Y, J, NY, KH, C, SY          
2. Kata ulang harus ditulis hanya dengan menggunakan tanda hubung. Penggunaan angka 2 diperkenankan hanya pada penulisan cepat atau notula.























BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
              Unsur bahasa yang terkecil berupa lambang bunyi ujaran disebut
fonem. Ilmu yang mempelajari fonem disebut fonologi atau fonemik. Fonem
dihasilkan oleh alat ucap manusia yang dikenal dengan artikulasi. Dalam
bentuk tertulisnya disebut huruf. Cara mengucapkan lambang-lambang bunyi ini disebut dengan lafal. Jadi lafal adalah cara seseorang atau sekelompok penutur bahasa dalam mengucapkan lambing – lambing bunyi yang dihasilkan oleh alat ucapnya. Tidak ada pedoman khusus yang mengatur ucapan atau lafal ini seperti
bagaimana diaturnya sistem tata tulis atau ejaan dalam Pedoman Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) yang harus dipatuhi setiap pemakai bahasa tulis
bahasa Indonesia sebagai ukuran bakunya. Lafal sering dipengaruhi oleh
bahasa daerah mengingat pemakai bahasa Indonesia terdiri atas berbagai
suku bangsa yang memiliki bahasa daerahnya masing-masing.

3.2. Saran
              Mungkin inilah yang dapat disampaikan pada penulisan kelompok ini meskipun penulisan ini jauh dari sempurna minimal kita memahami tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan kelompok kami, karna kami manusia yang adalah tempat salah dan dosa: dalam hadits “al insanu minal khotto’ wannisa’, dan kami juga butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya.

Semoga bermanfaat kawand