BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tanpa politik
bahasa, meskipun kegiatan pengajaran bahasa, sastra dan juga budaya masih dapat
dilakukan, tetapi ibarat orang melakukan perjalanan jauh tanpa perbekalan yang
cukup, jalannya akan terseok-seok dan sejumlah kendala pasti akan ditemui.
Dengan politik bahasa yang jelas negara dapat membantu – langsung atau tidak
langsung - kegiatan pengajaran bahasa, sastra dan budaya bahkan untuk
pengajaran di luar negeri sekalipun. Indonesia dianggap telah mempunyai politik
bahasa yang jelas dengan diundangkannya UU No. 24/2009 tetapi bagaimana politik
bahasa ini dalam realitas sebenarnya inilah yang merupakan fokus perbincangan
ditambah dengan pembahasan latar belakang sejarah dan tonggak perjalanan
politik bahasa itu sendiri.
Cara bepikir
yang paling mudah jika ingin mengetahui dan memahami politik bahasa sebuah
negara adalah dengan melihat apa yang tercantum dalam konstitusi,
undang-undang, peraturan pemerintah atau peraturan lain di negara tersebut. Alasannya sederhana karena hanya jika ada landasan dan
dasar hukum yang jelas politik dan kebijakan tertentu dapat dijalankan dengan
baik oleh sebuah pemerintahan. Hal ini juga berlaku untuk Indonesia atau dengan
kata lain jika ingin mengetahui dan memahami politik bahasa pemerintah
Indonesia maka simaklah konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah dan
peraturan turunan lainnya yang berkaitan dengan bahasa nasional.
Konstitusi Indonesia yang sudah diamandemen empat kali
dengan jelas dan tegas pada pasal 36 menyatakan bahwa bahasa negara adalah
bahasa Indonesia. Pernyataan dalam pasal ini mengikat segala peraturan
perundang-undangan di bawahnya termasuk kebijakan dan langkah-langkah strategis
yang diambil oleh pemerintah. Berlandaskan pasal yang sangat mengikat ini
lahirlah undang-undang sebagai tindak lanjutnya yaitu undang-undang no. 24
tahun 2009 tentang bendera bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaan.
Mencoba memahami secara lebih mendalam semua ketentuan
legal yang berkaitan dengan politik bahasa diharapkan dapat mengungkapkan
potensi apa yang telah dimiliki oleh negara ini dan bagaimana potensi tersebut
dihadapkan dengan realita nyata dalam masyarakat.
Nusantara kita adalah juragan buah
politik, dimana setiap harinya buah-buah politik dilemparkan oleh politikus sebagai
juragannya kepada masyarakat kelaparan. Masyarakat yang lapar akan rasa aman,
tentram dan sejahtera. Buah yang katanya tak pernah matang namun cukup ranum
untuk dinikmati. Penikmat buah tersebut adalah para intelektuil-intelektuil
segelintir yang menjadi kroni bagi juragan terhormat. Intelektuil yang kemudian
menjamur di pasar-pasar instansi kenegaraan yang menjanjikan, kadang digunakan
sebagai sarang keculasan perangkat desa,maupun komponen penyusun kedaulatan
sebuah negara.
Nusantara
kita adalah kendi politik yang menyejukkan bagi siapapun yang mereguknya karena
dahaga kekuasaan dan jabatan. Indonesia, kemudian disebut sebagai negara
kepulauan terbesar yang siap menelurkan sumber daya manusianya untuk kemajuan
peradaban . Peradaban yang berbudaya, peradaban yang santun berpolitik. Suatu
peradaban akan berkawan dengan semua yang menyokongnya. Salah satu karib dari
suatu peradaban untuk negeri ini adalah politik. Politik sendiri bagi seorang
mahaguru filsafat seperti Plato, berarti sistem yang mengatur pemerintahan yang
menitik beratkan pada kebijakan. Ilmu politik sejatinya telah ada sejak
kehidupan purba berabad- abad yang lalu bahkan ini terjadi sebelum masehi.
Nusantara kita, Indonesia sendiri mengenal ilmu politik sejak pada zaman
kerajaan Hindu Budha yang pertama berdiri di Indonesia . Kutai Kertanegara yang
pada tahun 400 Masehi berdiri di ranah Borneo (kini Kalimantan). Ilmu politik
sebagaimana suatu perkara juga memiliki bahasanya sendiri. Di Indonesia,
politik tenar karena bahasa-bahasa politik cenderung membuai dan memanjakan
para penikmat dan pengikut setianya. Politik secara harfiah berarti proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud
proses pembuatan keputusan yang ujung tonggaknya adalah mensejahterakan
masyarakat dunia.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun rumusan masalah
dalam makalah ini:
a. Bagaimana bahasa dalam komunikasi
politik di Indonesia.?
b. Pengertian komunikasi dalam
politik.?
c. Memahami Pola-pola Komunikasi dalam
Politik?
C.
Tujuan Penulisan
a. Untuk memahami bahasa dalam komunikasi politik di
Indonesia.?
b. Mengetahui komunikasi dalam politik.?
c. Untuk Mengetahui bagaimana Pola-pola
Komunikasi dalam Politik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Bahasa dalam komunikasi politik di
indonesia
Bahassa politik di Indonesia belum sepenuhnya
mendapat jaminan dari sang pemegang kunci kebijakan, artinya sulit sekali orang
awam memiliki hak politik yang sama dengan para elite. Hal ini sangat
bertentangan dengan konstitusi, yang menjamin kebebasan masyarakat dalam
berpolitik. Kecenderungan para elite menolak kebanyakan orang untuk duduk
semeja membuktikan rendahnya kualitas dan tata bahasa yang mereka gunakan.
Bahasa di dalam politik menjadi sangat penting karena bahasa merupakan pintu
masuk untuk meraup dukungan sebanyak-banyaknya bagi kemenangan pengantin
politik. Dapat dikatakan bahwa bahasa politik adalah bahasa yang paling santun
karena di dalam bahasa politik terdapat semacam magnet yang mampu meyakinkan
bahwa golongan masyarakat tertentu layak untuk menerima tampuk kepemimpinan
sesuai dengan tujuan berpolitik itu sendiri. Kesantunan bahasa politik di ranah
domestik dibuktikan dengan munculnya berbagai situiasi santun bagi para pelaku
melalui pembawaan komunikasi yang mereka sodorkan ke khalayak.
B.
Kutipan Penggunaan Bahasa dalam Komunikasi Politik
a. Pidato
Politik SBY menggungunakan bahasa yang santun
Adalah presiden Indonesia yang
dikenal memiliki etika baik dalam berkomunikasi dengan rakyatnya seperti
kalimat dalam pidato pada tanggal 14 Maret 2011 berikut yang dikutip oleh Koran
Tempo pada tanggal 15 Maret 2011. “Insya
Allah, saya akan tetap menjaga integritas, karena itulah tugas saya sebagai
pemimpin di negeri ini” .kalimat tersebut diklaim sebagai reaksi SBY dalam
menanggapi pemberitaan- pemberitaan yang meresahkan keluarga besar cikeas.
Penggunaan kata serapan “Insya Allah” agaknya terlalu bertendensi kepada
sifat-sifat kebenaran karena dengan menyertakan nama Tuhan maka sudah
dipastikan bahwa si pengucap dan pelaku politik ini terlalu bersih untuk
dikelilingi berbagai problematika tak menyenangkan.
b.
Pidato Presiden Sukarno yang tegas
Pada awalnya Bung
Karno terpesona dengan pidato politik saat diajak HOS Tjokroaminoto di tahun
1915 ke Solo dan melihat sendiri Pak Tjokro berpidato dengan gaya yang brengas,
tegas dan keras. Pak Tjokro saat itu berpidato dengan bahasa Melayu Pasar. Di
perkumpulan politik HBS Surabaya sendiri, Bung Karno dengan keras menghendaki
penggunaan bahasa Djawa Ngoko sebagai bahasa Politik pergerakan.
Barulah pada
tahun 1926, saat Bung Karno sering berdiskusi dengan Tjiptomangunkusumo di
Bandung, Bung Karno tersadarkan dengan politik bahasa, saat itu dokter Tjipto
bilang kepada Sukarno “Karno, sebuah
bangsa itu tidak berdiri hanya sekedar sebagai bangsa, sebagai sebuah
geopolitik, tapi sebuah bangsa itu berdiri dengan nyawanya, dengan jiwanya, dan
pembahasaan atas nyawa bangsa itu ya, dengan bahasa …. kita tidak bisa lagi
menggunakan bahasa Belanda sebagai
bahasa pergaulan intelektual, tidak pula kita mengenalkan bahasa kepada rakyat
djelata dengan bahasa lokal, kita harus jadikan bahasa Melayu Pasar sebagai
bahasa Persatuan, kita disatukan oleh jaringan pasar yang berdiri di seluruh
pulau-pulau Nusantara, oleh kerna itu, bahasa menjadi politik utama kita
sekarang”.
c.
Pidato Megawati
yang Menggunakan Bahasa Pragmatik
Pidato
Mengawati yang selaku Ketua Umum PDIP
Perjuangan di Bali 8 April 2015 menggunakan bahasa yang ilmiah dan pragmatik,
dalam pidato megawati tersebut terdapat beberapa argument yang mengarah kepada
pemerintahan sekarang ini, dan dalam kongres tersebut hadir pula presiden
Indonesia pak jokowi. Dalam pidato Megawati pun menegaskan bahwa kader yang tidak suka dipanggil
"petugas partai" untuk keluar saja dari PDI Perjuangan. "Untuk
kader di DPR dan Fraksi PDI Perjuangan, ingatlah bahwa kalian adalah petugas
partai dan merupakan perpanjangan tangan partai," kata Megawati di Grand
Inna Bali Beach Sanur, Bali, Sabtu (11/4). Dari penyataan megawati ini
membuat banyak kalangan geram akan wacana tersebut karena Penggunaan istilah
petugas partai cenderung merendahkan. Ada istilah yang standar dalam penyebutan
petugas partai sebenarnya, yaitu kader. Oleh karena itu sangat wajar apabila
ungkapan Megawati menimbulkan kontroversi,"
d.
Pidato Gubernur Jawa barat Ahmad Heryawan yang sangat lebut dan mempunyai gaya bahasa seperti ustaz.
Gubernur Jawa
Barat Ahmad Heryawan Merupakan Politisi
dan Akademisi yang banyak di sukai di kalangan warga jawa barat bahkan seluruh
nusantara ini, Karena karakter dan
wibawah beliau sangat santun dan sangat akrab dengan warganya. Aher pun dalam
kepemimpinannya banyak mendapatkan penghargaan, dalam setiap pertemuan aher
selalu memberikan saran dan masukan untuk warganya seperti dalam menagani
pendidikan aher mengatakan kebodohan telah menyebabkan banyak orang meminum
minuman keras (miras)
oplosan berbahaya. Orang-orang itu hanya mementingkan kesenangan sesaat dan
tidak mempertimbangkan dampak dan efeknya. Menurut Heryawan, jika masyarakat
paham bahaya miras
oplosan, semestinya tidak minum minuman beracun seperti itu.
"Ini urusannya kebodohan,
kemudian tidak rasionalnya sejumlah masyarakat, remaja, anak - anak muda yang
tidak sayang dengan dirinya dan masa depannya," katanya kepada wartawan di
Jalan Dipatiukur, Bandung, Jawa Barat, Sabtu, (6/12/2014).
Bahasa
yang digunakan di era politik santun dan tegas ini memang menarik untuk dikaji karena
memunculkan citra yang sangat positif bagi para pelakunya. Namun jangan lupakan
keluwesan dan pelebaran cakrawala berpikir kaum intelektuil muda kini, karena
akses pendidikan kian terbuka lebar di nusantara. Intelektuil maupun masyarakat
kini agaknya mulai cerdas dan dicerdaskan oleh berbagai rupa teknologi
multimedia yang membawa masyarakat pada keadaan melek politik. Keadaan ini yang
dapat merongrong posisi- posisi strategis politikus sehingga bahasa politik dan
hukum sering melebar sarat alasan dan kian jauh dari bahasa hukum dan politik
yang telah disepakati. Ini merupakan salah satu manuver yang dimunculkan para
junjungan politik di masyarakat untuk menghindari sengatan masyarakat yang pro
politik bersih. Namun kita sebagai manusia yang telah dicerdaskan pasti bisa
menilai, apakah bahasa santun yang diusung ini merupakan pencitraan semata atau
memang cermin kepribadian yang sesungguhnya.
C.
Pengertian Komunikasi Politik
Secara sederhana, komunikasi politik (political
communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan
aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan
kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan,
komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa
dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret
sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek,
penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi
Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah
belaka.
Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam
kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia
tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian
komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar
sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab,
sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik
dengan mendapat persetujuan DPR
·
Gabriel Almond (1960): komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu
ada dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in the
political system, political socialization and recruitment, interest
articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule
adjudication,are performed by means of communication.”
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan
yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti
bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi
sistem politik.
· Process by which a nation’s leadership, media, and citizenry exchange and confer meaning upon messages that relate to the conduct of public policy. (Perloff).
· Communication (activity) considered political by virtue of its consequences (actual or potential) which regulate human conduct under the condition of conflict (Dan Nimmo). Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik. Cakupan: komunikator (politisi, profesional, aktivis), pesan, persuasi, media, khalayak, dan akibat.
· Process by which a nation’s leadership, media, and citizenry exchange and confer meaning upon messages that relate to the conduct of public policy. (Perloff).
· Communication (activity) considered political by virtue of its consequences (actual or potential) which regulate human conduct under the condition of conflict (Dan Nimmo). Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik. Cakupan: komunikator (politisi, profesional, aktivis), pesan, persuasi, media, khalayak, dan akibat.
·
Communicatory activity considered political by virtue of its consequences,
actual, and potential, that it has for the funcioning of political systems
(Fagen, 1966).
· Political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for the political system (Meadow, 1980).
· Political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for the political system (Meadow, 1980).
·
Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni
menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya
sedemikian rupa –“penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan
“perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi
public policy. (Miriam Budiardjo).
·
Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang
bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur
komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi
politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media
massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi
politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua
orang hingga ruang kantor parlemen.
D.
Hasil Penelitian dalam Komunikasi
Politik
E. Pola-pola Bahasa dalam komunikasi
politik
- Pola komunikasi vertikal (top down, dari pemimpin kepada yang dipimpin)
- Pola komunikasi horizontal (antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok)
- Pola komunikasi formal (komunikasi melalui jalur-jalur organisasi formal)
- Pola komunikasi informal ( komunikasi melalui pertemuan atau tatap muka, tidak mengikuti prosedur atau jalur-jalur organisasi).
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pola-pola komunikasi politik
- Faktor fisik (alam)
- Faktor teknologi
- Faktor ekonomis
- Faktor sosiokultural (pendidikan, budaya)
- Faktor politis
b. Saluran Komunikasi Politik
- Komunikasi Massa yaitu komunikasi ’satu-kepada-banyak’
Contoh
: komunikasi melalui media massa.
- Komunikasi Tatap Muka yaitu dalam rapat umum, konferensi pers, dan Komunikasi Berperantara yaitu ada perantara antara komunikator dan khalayak, contoh TV.
- Komunikasi Interpersonal yaitu komunikasi ’satu-kepada-satu’ contohnya door to door visit, temui publik atau Komunikasi Berperantara yaitu pasang sambungan langsung ‘hotline’ buat publik.
- Komunikasi Organisasi yaitu gabungan komunikasi ’satu-kepada-satu’ dan ’satu-kepada-banyak’: Komunikasi Tatap Muka, contohnya diskusi tatap muka dengan bawahan/staf dan Komunikasi Berperantara contohnya pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, newsletter, lokakarya.
c. Komponen-komponen Sistem Komunikasi
Politik
- Lembaga-lembaga politik dalam aspek-aspek komunikasinya
- Institusi-institusi media dalam aspek-aspek politiknya
- Orientasi khalayak terhadap komunikasi politik
- Aspek-aspek budaya politik yang relevan dengan komunikasi. (Gurevitch dan Blumler)
Sumber
(komunikator) dalam komunikasi politik
Individual
|
Kolektif
|
Pejabat
(birokrat)
|
Pemerintah
(birokrasi)
|
Politisi
|
Partai
politik
|
Pemimpin
opini
|
Organisasi
kemasyarakatan
|
Jurnalis
|
Media
massa
|
Aktivis
|
Kelompok
penekan
|
Lobbyist
|
Kelompok
elite
|
Pemimpin
|
Badan/perusahaan
komunikasi (media massa)
|
Komunikator
professional
|
Komunikator
Politik
- Politisi, komunikator profesional, atau aktivis merupakan komunikator kunci dalam komunikasi politik
- Para politisi mewakili aktor yang berusaha memajukan kelompoknya
F. Model-model
komunikasi dalam politik
a. Model Aristoteles
Model aristoteles merupakan model yang paling
klasik dalam ilmu komunikasi. Aristoteles yang hidup pada saat komunikasi
retorika sangat berkembang di Yunani. Perkembangan keterampilan orang membuat
pidato pembelaan di muka pengadilan dan rapat- rapat umum yang dihadiri oleh
rakyat. Sehingga, Model ini lebih berorientasi pada pidato, terutama pidato
untuk mempengaruhi orang lain, sehingga model ini juga bisa disebut sebagai
model retorikal/ model retoris, yang kini dikenal sebagai komunikasi publik.
Model komunikasi ini, mempunyai 3 bagian dasar dari komunikasi yaitu, pembicara
(speaker), pesan (message) dan pendengar (listener). Proses komunikasi terjadi
saat pembicara menyampaikan pesannya kepada khalayak dengan tujuan mengubah
prilaku mereka. Menurut Aritoteles, inti dari komunikasi adalah persuasi dan
pengaruh dapat dicapai oleh seseorang yang dipercaya oleh publik. Menurut
Aristoteles, persuasi dapat dicapai oleh siapa anda (etos- kepercayaan anda),
argumen anda (logos- logika dalam pendapat anda), dan dengan memainkan emosi
khalayak (pathos- emosi khalayak). Dengan kata lain, faktor- faktor yang
menentukan efek persuasif suatu pidato meliputi isi pidato, susunannya, dan
cara penyampainnya. Aristoteles juga menyadari peran khalayak pendengar.
Persuasi berlangsung melalui khalayak ketika meraka diarahkan oleh pidato itu
ke dalam suatu keadaan emosi. (Deddy , Mulyana. 2002 : 135) Kelemahan dari
model ini yang pertama adalah komunikasi dianggap sebagai fenomena yang statis,
terfokus pada komunikasi yang bertujuan atau disengaja terjadi ketika seseorang
membujuk orang lain untuk menerima pendapatnya. Kemudian model ini tidak
memperhitungkan komunikasi non-verbal dalam mempengaruhi orang lain. Walaupun
demikian, model ini menginspirasi para ilmuwan untuk mengembangkan model
komunikasi modern. Contohnya di Indonesia ketika tim sukses dari pasangan
capres dan cawapres mengkampanyekan calon serta visi dan misinya sebagai
pemimpin kepada rakyat. Semua itu merupakan bentuk retorika dalam dunia
politik.
b. Model Harold Lasswell
Model komunikasi Lasswell berupa ungkapan verbal, yaitu :
- Who (siapa)
- Say what (mengatakan apa)
- In which channels (melalui saluran apa)
- To whom (kepada siapa)
- With what effect (dengan akibat apa)
Lasswell mengemukakan tiga fungsi komunikasi, yaitu : pertama,
pengawasan lingkungan. Kedua, korelasi berbagai bagian terpisah dalam
masyarakat yang merespon lingkungan. Ketiga, transimi warisan sosial dari suatu
generasi ke generasi berikutnya. Lasswell berpendapat bahwa terdapat tiga
kelompok spesialis yang bertanggung jawab melaksanakan fungsi-fungsi ini.
Misalnya pemimpin politik dan diplomat termasuk kedalam kelompok pengawas
lingkungan. Lasswell memandang bahwa suatu proses komunikasi selalu mempunyai
efek atau pengaruh. Sehingga, model Lasswell ini menstimuli riset komunikasi di
bidang komunikasi politik. Model ini menunjukkan bahwa pihak komunikator pasti
mempunyai keinginan untuk mempengaruhi pihak penerima. Oleh karena itu,
komunikasi dipandang sebagai upaya persuasi. Upaya penyampaian pesan akan
menghasilkan akibat baik positif maupun negatif. Menurut Lasswell hal ini hanya
ditentukan oleh bentuk dan cara penyampaiannya. Tidak semua komunikasi bersifat
dua arah, dengan suatu aliran yang lancar dan umpan balik yang terjadi antar
pengirim dan penerima. Dalam suatu masyarakat banyak informasi yang disaring
oleh pengendali pesan, yang menerima informasi dan menyampaikannya kepada
publik dengan beberapa perubahan atau penyimpangan. Fungsi penting komunikasi
adalah menyediakan informasi mengenai negara- negara kuat lainnya di dunia.
Penting bagi suatu masyarakat untuk menemukan dan mengendalikan faktor- faktor
yang mengganggu komunikasi yang efisien. Kelemahan dari model Lasswell ini
adalah tidak menggambarkan unsur feedback atau umpan balik sehingga proses
komunikasi yang dijelaskan bersifat linier atau searah.
c. Model Gudykunst dan Kim
Model ini sebenarnya merupakan model komunikasi
antarbudaya, yakni komunikasi antara orang-orang yang berasal dari budaya
berlainan, atau komunikasi dengan orang asing. Meskipun model ini juga tetap
berlaku pada setiap orang, karena pada dasarnya tidak ada dua orang yang
mempunyai latar budaya, sosiobudaya, dan psikobudaya yang persis sama. Asumsi
dari model ini adalah dua orang sejajar dalam berkomunikasi masing-masing dari
mereka berperan sebagai pengirim sekaligus sebagai penerima atau keduanya
sebagai penyandian (encoding) dan penyandian balik (decoding). Oleh karena itu
kita dapat melihat bahwa pesan dari seseorang merupakan umpan balik untuk yang
lainnya. Faktor- faktor tersebut adalah filter yang membatasi prediksi yang
kita buat mengenai bagaimana orang lain mungkin menanggapi perilaku komunikasi
kita, sehingga mempengaruhi cara kita menyandi pesan. Filter ini membatasi
rangsangan apa yang kia perhatikan dan bagaimana kita menafsirkan rangsangan
tersebut. Faktor budaya menjelaskan kemiripan dan perbedaan budaya, agama,
bahasa, individualitas, kolektivitas, yang mempengaruhi nilai dan norma dalam
berkomunikasi. Pengaruh sosio budaya menyangkut proses penataan sosial, yaitu
keanggotaan dalam kelompok, konsep diri, peran, dan definisi kita tentang hubungan
antar pribadi. Faktor psikobudaya menyangkut tentang penataan pribadi seperti
stereotip dan sikap terhadap kelompok orang lain. Lingkungan berpengaruh,
dilihat dari segi lokasi geografis, iklim, situasi, arsitektural, dan persepsi
kita atas lingkungan tersebut. Pengaruh-pengaruh budaya, sosiobudaya, dan
psikobudaya berfungsi sebagai filter konseptual untuk menyampaikan maupun
meyandi balik pesan. Pengaruh budaya dalam model ini meliputi faktor-faktor
yang yang menjelaskan kemiripan dan perbedaan budaya, misalnya pandangan dunia
(agama), bahasa, sikap terhadap manusia, dsb. Faktor-faktor tersebut
mempengaruhi nilai, norma, dan aturan dalam perilaku komunikasi kita. Salah
satu unsur yang melengkapi model Gudykunst dan Kim adalah lingkungan.
Lingkungan mempengaruhi kita dalam menyandi balik pesan. Oleh karena itu,
antara dua orang komunikator mungkin mempunyai persepsi dan orientasi yang
berbeda terhadap lingkungan, mereka mungkin menafsirkan perilaku dengan cara
yang berbeda dalam situasi yang sama.
d. Model Interaksional
Model ini memiliki karakter yang kualitatif,
nonsistemik, dan nonlinier. Komunikasi digambarkan sebagai pembentukan makna
(penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain) oleh para peserta komunikasi.
Beberapa konsep penting yang digunakan adalah diri (self), diri yang lain
(other), simbol, makna, penafsiran, dan tindakan. Menurut model interaksi
simbolik, orang-orang sebagai peserta komunikasi bersifat aktif, reflektif dan
kreatif, dan menampilkan perilaku yang sulit diramalkan. Paham ini menolak
gagasan bahwa individu adalah organisme pasif, dalam konteks ini Blumer
mengemukakan tiga premis yang menjadi dasar model Interaksional.
Pertama,manusia bertindak mengenai makna yang diberikan individu terhadap
lingkungan sosialnya. Kedua, makna berhubungan langsung dengan interaksi sosial
yang dilakukan individu dengan lingkungan sosialnya. Ketiga, makna diciptakan,
dipertahankan, dan diubah melalui proses penafsiran dilakukan individu dalam
berhubungan dengan lingkungan sosialnya.Model interaksional menganggap manusia
jauh lebih aktif dalam proses komunikasi. Konsep penting yang digunakan adalah
diri, diri yang lain, symbol, makna, penafsiran, dan tindakan. Menurut model
interaksional orang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interkasi
social, melalui pengambilan peran orang lain (role- taking). Diri berkembang
melalui interaksi dengan orang lain, kelurga, tahap permainan, hingga
lingkungan luas dalam suatu tahahp yang disebut tahap pertandingan (game
stage). Dimana individu selalu melihat dirinya melalui perspektif (peran orang
lain), sehingga konsep diri tumbuh berdasarkan bagaimana orang lain memandang
diri individu tersebut. Model Interaksional menempatkan diri komunikator dalam
posisi sejajar dengan komunitator lain sehingga terjadi interplay yang
demokratis dalam kuadran komunikasi saling memberi dan menerima. Komunikator
biasanya tidak enggan untuk bertemu banyak orang, mendengar dan membangun
kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk dengan orang atau kekuatan politik
yang pernah berseberangan dengannya.
e. Agenda Setting
Agenda-setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL
Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada
suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya
penting. Jadi, apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi
masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat,
terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan
perubahan sikap dan pendapat. Media massa memiliki efek yang sangat kuat
terutama karena berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan
sikap dan pendapat. Teori agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan
belajar mengenai isu-isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun
berdasarkan tingkat kepentingannya. (Burhan, Bungin, 2008:282). Menurt McCombs
dan Donald Shaw audiens tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal
lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari arti penting yang
diberikan pada suatu isu dari cara media massa memberikan penekanan pada topic
tersebut. Contohnya media massa terlihat menentukan mana topic yang penting
dalam merefleksikan apa yang dikatakan para kandidat dalam suatu kampanye
pemilu. Artinya media massa menetapkan “agenda” kampanye tersebut dan kemampuan
untuk mempengaruhi kognitif individu. Jika calon pemilih telah menganggap
penting suatu issu maka mereka akan memilih kandidat partai yang paling
berkompeten dalam menangani issu tersebut. Dan menurut Funkhouser, media berita
diyakini oleh banyak orang sebagi sumber informasi yang dapat dipercaya, tetapi
media berita tidak mesti demikian.
f. Proses Komunikasi Politik
Proses
komunikasi politik sama dengan proses komunikasi pada umumnya (komunikasi tatap
muka dan komunikasi bermedia) dengan alur dan komponen:
1. Komunikator/Sender – Pengirim pesan
1. Komunikator/Sender – Pengirim pesan
2. Encoding – Proses penyusunan ide menjadi
simbol/pesan
3. Message – Pesan
4. Media – Saluran
5. Decoding – Proses pemecahan/
penerjemahan simbol-simbol
6. Komunikan/Receiver – Penerima pesan
7. Feed Back – Umpan balik, respon.
Saluran Komunikasi Politik
1. Komunikasi Massa – komunikasi
‘satu-kepada-banyak’, komunikasi melalui media massa.
2. Komunikasi Tatap Muka –dalam rapat umum,
konferensi pers, etc.— dan Komunikasi Berperantara –ada perantara antara
komunikator dan khalayak seperti TV.
3. Komunikasi Interpersonal – komunikasi
‘satu-kepada-satu’ –e.g. door to door visit, temui publik, etc. atau Komunikasi
Berperantara –e.g. pasang sambungan langsung ’hotline’ buat publik.
4. Komunikasi Organisasi –
gabungan komunikasi ‘satu-kepada-satu’ dan ‘satu-kepada-banyak’: Komunikasi
Tatap Muka e.g. diskusi tatap muka dengan bawahan/staf, etc. dan Komunikasi
Berperantara e.g. pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, newsletter,
lokakarya, etc.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari
berbagai sumber diatas mengenai bahasa dalam komunikasi politik dapat
disimpulkan bahwa bahasa dan politik sangat berkaitan erat karena bahasa mempu
mempergaruhi politik, dan bahasa pula yang mampu membangun sebuah politik yang
bagus dan Bahasa merupakan alat
komunikasi dan alat interaksi yang dimiliki oleh manusia dan menjadi ciri khas
diri manusia. Manusia yang normal selalu menggunakan bahasa dalam beraktivitas
antarsesama manusia dalam kehidupan sehari-hari (homo longuens). Begitu
besarnya arti bahasa dalam kehidupan manusia tetapi kita selalu melupakan untuk
memikirkan peranan bahasa. Koentjaraningrat (1967) mengatakan bahwa bahasa
merupakan unsur vital dalam kebudayaan.Suatu kebudayaan yang tinggi derajatnya
didukung oleh suatu bahasa dengan kesusastraan yang tinggi, walaupun suatu
bahasa pada dasarnya hanya berfungsi sebagai alat komunikasi praktis
antarsesama penuturnya.
Secara politik, bahasa daerah adalah
bahasa yang dipakai sebagai bahasa perhubungan intradaerah atau intramasyarakat
di samping bahasa Indonesia, selain itu juga dipakai sebagai sarana pendukung
sastra serta budaya daerah atau masyarakat etnik di wilayah Republik Indonesia.
B. Saran
Dalam makalah ini penyusun memberi saran kepada pembaca
bahwa untuk
memperluas wawasan pembaca dalam memahami struktur bahasa dalam
komunikasi politik tidaklah hanya berpedoman pada makalah ini,
karena masih banyak dari sumber-sumber lain yang menjelaskan tentang berbagai
materi di atas. Kunci daripada orang sukses adalah membaca, karena dengan
membaca kita bisa tahu yang mungkin tidak kita ketahui.
Daftar Pustaka
Arifin, Zaenal dan S. Amran Tasai. 2003. Cermat
Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo
Badudu, J.S. 2008 Inilah Bahasa Indonesia yang Benar.
Jakarta: Gramedia
Slametmulyana. 1965. Politik Bahasa Nasional. Jakarta:
Jambatan
Dan
Nimmo. Komunikasi Politik. Rosda, Bandung, 1982.
Mochtar
Pabottinggi, “Komunikasi Politik dan Transformasi Ilmu Politik” dalam Indonesia
dan Komunikasi Politik, Maswadi Rauf dan Mappa Nasrun (eds). Jakarta, Gramedia,
1993.
http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/25/bahasa-dalam-komunikasi-politik-santun-domestik-490074.html
(disunting 02 Mei 2015)
Media: Televisi
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga penyusunan makalah berjudul “Bahasa dalam komunikasi politik”
ini terselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun
dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Pragmatik dan Semantik Bahasa
Indonesia”. Sebagai ilmu yang tentunya statis maka diharapkan makalah ini bukan
tidak hanya sampai pada sebuah teks saja tetapi dapat menjadi referensi pembaca
dalam berdialektika. Dengan adanya dialektika maka keyakinan akan lahirnya ilmu
baru akan memperkaya khasanah keilmuan secara teoritis maupun praktis.
Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi pengembangan penulisan
makalah selanjutnya. Besar harapan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi semua kalangan.
Makassar 02 Mei 2015
i
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
1
A.Latar
Belakang
1
B.Rumusan
Masalah
3
C.Tujuan
3
BAB II PEMBAHASAN
4
A
Bahasa dalam
komunikasi politik
4
B. Pengertian Komunikasi dalam
Politik
5
C. Pola-pola Komunikasi dalam politik
7
BAB III PENUTUP
16
A.
Simpulan
16
B. Saran
16
DAFTAR
PUSTAKA
17
ii
|
Tugas individu
Pragmatik
\
Disusun oleh
Muhammad Dahlan
105040901514
PROGRAM PASCA SARJANA
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar