BAHASA DAN PIKIRAN
A. PENGERTIAN BAHASA
Secara umum bahasa didefinisikan sebagai lambang. Bahasa adalah alat kornunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia.
Sebagaimana kita ketahui, bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Masing-masing mempunyai makna, yaitu, hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diwakili Kumpulan kata atau kosa kata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut urutan abjad, disertai penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi sebuah kamus atau leksikon.
Pada waktu kita berbicara atau menulis, kata-kata yang kita ucapkan atau kita tulis tidak tersusun begitu saja, melainkan mengikuti aturan yang ada. Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan, kita harus memilih kata-kata yang tepat dan menyusun kata-kata itu sesuai dengan aturan bahasa. Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut Tata bahasa.
Pada bab berikutnya, sebubungan dengan tata bahasa akan kita bicarakan secara terinci fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan etimologi. Fonologi ialah bagian tata bahasa yang membahas atau mempelajari bunyi bahasa. Morfologi mempelajari proses pembentukan kata secara gramatikal beserta unsur-unsur dan bentuk - bentuk kata. Sintaksis membicarakan komponen - komponen kalimat dan proses pembentukannya. Bidang ilmu bahasa yang secara khusus menganalisis arti atau makna kata ialah semantik, sedang yang membahas asal-usul bentuk kata adalah etimologi,
Pada bab berikutnya, sebubungan dengan tata bahasa akan kita bicarakan secara terinci fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan etimologi. Fonologi ialah bagian tata bahasa yang membahas atau mempelajari bunyi bahasa. Morfologi mempelajari proses pembentukan kata secara gramatikal beserta unsur-unsur dan bentuk - bentuk kata. Sintaksis membicarakan komponen - komponen kalimat dan proses pembentukannya. Bidang ilmu bahasa yang secara khusus menganalisis arti atau makna kata ialah semantik, sedang yang membahas asal-usul bentuk kata adalah etimologi,
Fungsi utama bahasa, seperti disebutkan di atas, adalah sebagai alat komunikasi, atau sarana untuk menyampaikan informasi (=fungsi informatif l)
Tetapi, bahasa pada dasarnya lebih dari sekadar alat untuk menyampaikan informasi, atau mengutarakan pikiran, perasaan, atau gagasan, karena bahasa juga berfungsi :
a. untuk tujuan praktis: mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari.
b. untuk tujuan artistik: manusia mengolah dan menggunakan bahasa dengan seindah-indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia.
a. untuk tujuan praktis: mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari.
b. untuk tujuan artistik: manusia mengolah dan menggunakan bahasa dengan seindah-indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia.
c. sebagai kunci mempelajari pengetahuan-pengetahuan lain, di luar pengetahuan kebahasaan.
d. untuk mempelajari naskah-naskah tua guna menyelidiki latar belakang sejarah manusia, selama kebudayaan dan adat-istiadat, serta perkembangan bahasa itu sendiri (tujuan filologis).
Dikatakan oleh para ahli budaya, bahwa bahasalah yang memungkinkan kita membentuk diri sebagai makhluk bernalar, berbudaya, dlan berperadaban. Dengan bahasa, kita membina hubungan dan kerja sama, mengadakan transasi, dan melaksanakan kegiatan sosial dengan bidang dan peran kita rnasing-masing. Dengan bahasa kita mewarisi kekayaan masa larnpau, rnenghadapi hari ini, dan merencanakan masa depan.
jika dikatakan bahwa setiap orang membutuhkan informasi itu benar. Kita ambil contoh, misalnya, mahasiswa. la membutuhkan informasi yang berkaitan dengan bidang studinya agar lulus dalarn setiap ujian dan sukses meraih gelar atau tujuan yang diinginkan. Seorang dokter juga sama. la memerlukan informasi tentang kondisi fisik dan psikis pasiennya agar dapat menyembuhkannya dengan segera. Contoh lain, seorang manager yang mengoperasikan, mengontrol atau mengawasi perusahaan tanpa informasi is tidak mungkin dapat mengambil keputusan amu menemuukan kebijaksanaan Karena setiap orang membutuhkan informasi, komunikasi sebagai proses tukar-menukar informasi, dengan sendirinya juga mutlak menjadi kebutuhan setiap orang.
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.
Fungsi Bahasa Dalam Masyarakat :
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.
Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :
1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya.
3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya.
4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).
Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.
Bahasa isyarat atau gesture atau bahasa tubuh adalah salah satu cara bekomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat akan lebih digunakan permanen oleh penyandang cacat bisu tuli karena mereka memiliki bahasa sendiri. Bahasa isyarat akan dibahas pada artikel lain di situs organisasi.org ini. Selamat membaca.
Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa ialah status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya, yang dirumuskan atas dasar nilai sosialnya Sedang fungsi bahasa adalah nilai pemakaian bahasa tersebut di dalam kedudukan yang diberikan.
Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Sehubungan dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki empat fungsi.
Keempat fungsi tersebut ialah sebagai :
Keempat fungsi tersebut ialah sebagai :
1. lambang identitas nasional,
2. lambang kebanggan nasionnai,
3. alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang sosial budaya dan
bahasa yang berbeda-beda, dan
4. alat perhubtmgan antarbudaya clan daerah.Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Negara
Berkaitan dengan statusnya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :
1. bahasa resmi negara,
1. bahasa resmi negara,
2. bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
3. bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nanional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan
4. bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta
teknologi
Bahasa Indonesia Baku
Bahasa Indonesia Baku
Bahasa Indonesia yang baku ialah bahasa Indonesia yang digunakan orang orang terdidik dan yang dipakai sebagai tolak bandingan penggunaan bahasa yang dianggap benar. Ragam bahasa Indonesia yang baku ini biasanya ditandai oleh adanya sifat kemantapan dinamis dan ciri kecendekiaan. Yang dimaksud dengan kemantapan dinamis ini ialah bahwa bahasa tersebut selalu mengikuti kaidah atau aturan yang tetap dan mantap namun terbuka untuk menerima perubahan yang bersistem. Ciri kecendekiaan bahasa baku dapat dilihat dari kemampuannya dalam mengungkapkan proses pemikiran yang rumit di berbagai bidang kehidupan dan ilmu pengemhuan.
Bahasa Indonesia baku dipakai dalam :
1. komunikasi resmi, seperti dalam surat-menyurat resmi, peraturan pengumuman instansi resmi
atau undang-undang;
2. Tulisan ilmiah, seperti laporan penelitian, makalah, skripsi, disertasi dan buku-buku ilmu
pengetahuan.
3. pembicaraan di muka umum, seperti dalam khotbah, ceramah, kuliah pidato, dan
4. pembicaraan dengan orang yang dihomnati atau yang belum dikenal.
3. pembicaraan di muka umum, seperti dalam khotbah, ceramah, kuliah pidato, dan
4. pembicaraan dengan orang yang dihomnati atau yang belum dikenal.
B. PENGERTIAN PIKIRAN
a. Pengertian Pikiran
Pikiran adalah hasil dari berpikirnya manusia. Namun apa yang disebut dengan berpikir itu ? Banyak orang menyatakan bahwa orang berpikir ketika ia menghadapi masalah. Sekilas pernyataan ini tidak ada yang salah. Tapi coba saya sedikit berputar. Pernakah kita ketika dalam keadaan sadar benar-benar berhenti berpikir. Tentu tidak pernah. Setiap saat kita senantiasa berpikir. Kalau setiap saat kita selalu berpikir, padahal tadi kita mendefinisikan berpikir adalah upaya untuk memecahkan masalah, dengan demikian apakah manusia senantiasa menghadapi masalah sehingga ia tidak pernah benar-benar berhenti berpikir. Lantas kalau begitu apa beda sesuatu dikatakan masalah dan tidak ? Bingung ? OK, akan saya permudah.
- Orang berfikir karena ada masalah.
- Orang tidak pernah berhenti berpikir
- Maka orang senantiasa berhadapan dengan masalah
- Kalau orang senantiasa menghadapi masalah yang terus menerus, ia tidak pernah merasakan kondisi tanpa masalah
- Kalau begitu apa bedanya masalah dengan bukan masalah
Dari pernyataan diatas kita tahu ada satu kesalahan yang berputar. Maka kita harus kembali pada fakta. Satu-satunya pernyataan yang tidak disangsikan kebenarannya adalah "Orang tidak pernah berhenti berpikir". Tidak percaya ? Coba sebut saat mana ketika dalam keadaan sadar anda benar-benar berhenti berpikir. Nah.. tidak ada kan. Sedangkan pernyataan-pernyataan yang lain kebenarannya dapat diuji dengan menguji kebenaran pernyataan, "Orang berfikir karena ada masalah". Apakah benar orang berfikir hanya ketika menghadapi masalah. Bahwa ketika kita menghadapi masalah kita berpikir, ya, tapi berpikir tidak harus menunggu ada masalah. Apa yang disebut dengan masalah adalah adanya kesenjangan antara nilai-nilai kebenaran yang kita anut dengan fakta yang terjadi. Ketika kita melihat peristiwa mahasiswa tidur di kelas. Bagi dosen yang menganggap tugasnya hanya menyampaikan kuliah, bukan mendidik mahasiswa, maka mahasiswa yang tidur tidak dianggap masalah karena tidak bertentangan dengan nilai yang ia anut. Bagi bagi dosen yang mendidik, mahasiswa yang tidur di dalam kelas dianggap masalah karena itu bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan. Maka ia melakukan evaluasi apa sebab mahasiswa tidur. Apakah karena memang mahasiswanya yang bermasalah atau kepengajaran dosen yang bermasalah sehingga menimbulkan kebosanan dan ketiduran.
Jika definisi masalah kita batasi demikian, maka tidak selamanya kita menghadapi masalah. Ada satu peristiwa yang bagi kita tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang kita anut. Maka anda bisa simpulkan sendiri pernyataan-pernyataan yang lain. Lantas apa yang disebut dengan berpikir itu?
Sebenarnya dalam berpikir kita menjalankan salah satu dari 3 fungsi berikut ini : (1) Membangun pengertian (2) Membangun kesimpulan (3) Melakukan pemilihan/pendapat/keputusan. Selama ini yang dimaksud bahwa kita senantiasa berpikir adalah fungsi membangun pengertian yag dimiliki oleh proses berpikir. Setiap kita bertemu dengan sesuatu yang baru maka kita berusaha membangung pengertian atas realitas yang baru. Dan pada kenyataannya kita hampir tidak pernah menemua suatu yang benar-benar sma persis baik bentuk, situasi dan kondisi. Maka karena itu kita hampir senantiasa membangun pengertian-pengertian yang baru. Oleh karena itu, dalam metode diskusi yang akan menyampaikan berbagai pendapat yang memungkinkan berbeda, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membangun pengertian yang sama terhadap hal yang hendak didiskusikan. Kalau hasil pengertian kita ini tidak langsung digunakan, karena motif berpikir kita tidak hendak memecahkan masalah tapi juga karena sekedar ingin tahu (kuriositas), maka pengertian ini disimpan dalam memori dan sewaktu-waktu kita pakai ketika dibutuhkan.
Setelah membangun pengertian individu baru bisa memasuki fungsi selanjutnya. Ketika kumpulan pengertian yang kita miliki akan digunakan untuk diskusi atau memcahkan masalah, tidak lantas kita hanya memiliki satu pengertian/pemahaman saja. Justru kita akan membandingkan seluruh pengertian yang berhubungan dengan obyek masalah. Dari berbagai pengertian itu kita memilih salah satu yang menurut kita benar atau pas dengan kita. Inilah yang disebut dengan membangun kesimpulan. Fungsi kedua ini dibutuhkan untuk kemudian kita mengambil sikap/keputusan/respon atas hal yang kita pikirkan.
Jika definisi masalah kita batasi demikian, maka tidak selamanya kita menghadapi masalah. Ada satu peristiwa yang bagi kita tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang kita anut. Maka anda bisa simpulkan sendiri pernyataan-pernyataan yang lain. Lantas apa yang disebut dengan berpikir itu?
Sebenarnya dalam berpikir kita menjalankan salah satu dari 3 fungsi berikut ini : (1) Membangun pengertian (2) Membangun kesimpulan (3) Melakukan pemilihan/pendapat/keputusan. Selama ini yang dimaksud bahwa kita senantiasa berpikir adalah fungsi membangun pengertian yag dimiliki oleh proses berpikir. Setiap kita bertemu dengan sesuatu yang baru maka kita berusaha membangung pengertian atas realitas yang baru. Dan pada kenyataannya kita hampir tidak pernah menemua suatu yang benar-benar sma persis baik bentuk, situasi dan kondisi. Maka karena itu kita hampir senantiasa membangun pengertian-pengertian yang baru. Oleh karena itu, dalam metode diskusi yang akan menyampaikan berbagai pendapat yang memungkinkan berbeda, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membangun pengertian yang sama terhadap hal yang hendak didiskusikan. Kalau hasil pengertian kita ini tidak langsung digunakan, karena motif berpikir kita tidak hendak memecahkan masalah tapi juga karena sekedar ingin tahu (kuriositas), maka pengertian ini disimpan dalam memori dan sewaktu-waktu kita pakai ketika dibutuhkan.
Setelah membangun pengertian individu baru bisa memasuki fungsi selanjutnya. Ketika kumpulan pengertian yang kita miliki akan digunakan untuk diskusi atau memcahkan masalah, tidak lantas kita hanya memiliki satu pengertian/pemahaman saja. Justru kita akan membandingkan seluruh pengertian yang berhubungan dengan obyek masalah. Dari berbagai pengertian itu kita memilih salah satu yang menurut kita benar atau pas dengan kita. Inilah yang disebut dengan membangun kesimpulan. Fungsi kedua ini dibutuhkan untuk kemudian kita mengambil sikap/keputusan/respon atas hal yang kita pikirkan.
b. Mekanisme Kerja Pikiran
Mekanisme kerja pikiran sebenarnya tidak berbeda dengan perasaan. Perbedaannya hanya terletak pada prinsip kerjanya. Kalau perasaan menggunakan prinsip kerja berdasarkan kesenangan maka pikiran menggunakan prinsip kerja kelogisan/benar-salah. Apa yang dipikirkan itu tidak berhubungan dengan enak-tidak enak, nikmat-tidak nikmat, atau senang-tidak senang, tetapi berbicara tentang benar-salah, baik-buruk. Sehingga secara alamiah, berpikir akan mengarahkan individu untuk melakukan respon berdasar kebenaran. Lantas bagaimana dengan orang yang lebih memilih satu hal yang salah meski ia tahu itu adalah salah. Seperti ketika orang mencuri, melacur, membunuh dan menganiaya, sebenarnya ia tahu bahwa itu adalah perbuatan yang salah tapi mengapa tetap dipilih sebagai respon. Setelah membaca mekanisme kerja perasaan anda pasti bisa menjawab, penyebabnya adalah karena ada interupsi dari perasaan. Orang tersebut tidak memilih kebenaran tapi kesenangan. Dengan melakukan perbuatan yang salah mereka merasakan kesenangan atau kepuasan. Jadi, pikiran dan perasaan dapat saling mengintervensi proses alamiah masing-masing fungsi jiwa tersebut. Ya benar!
Khas Akhlaq Karena Faktor Perasaan dan Pikiran
Dikarenakan perasaan pikiran dapat saling mengiterupsi proses selainnya maka dapat disusun klasifikasi sebagai berikut :
Akhlaq yang didominasi akal cenderung pandai mengkaitkan data-data dalam pemecahan masalah. Tapi akhlaq yang didominasi pikiran biasanya kepekaan sosialnya kurang.
Akhlaq yang didominasi perasaan cenderung mau menang sendiri atau malah teramat mengutamakan kepentingan orang lain tanpa banyak mempertimbangkan hak-hak pribadi. Biasanya juga lemah di proses pemecahan masalah.
Secara alamiah individu pasti mengarahkan akhlaqnya pada keseimbangan antara pikiran dan perasaan. Ia akan senantiasa mencari kebenaran yang membahagiakan. Maka jika didapatkan orang yang bisa membangun keseimbangan pikiran dan perasaannya ia akan dapat menempatkan secara tepat antara hak-hak dan kewajibannya.
C. Hubungan Logika dengan Bahasa
Logika atau dalam terminologi Indonesia disebut “filsafat berpikir” secara umum merupakan suatu studi tentang manusia, karena yang berpikir itu adalah manusia dan berpikir merupakan tindakan manusia. Tindakan ini mempunyai tujuan yaitu untuk tahu. Tahu ini bukanlah suatu alat atau daya pada manusia yang dipunyainya sejak lahir seperti mata, telinga atau alat indera lainnya, melainkan tahu itu merupakan suatu tindakan yang mempunyai hasil yang disebut sebagai pengetahuan. Adapun alat atau dayanya disebut pikir, budi atau akal.
Berpikir tidak dilakukan manusia sejak lahirnya, walaupun kemampuan itu ada, tetapi pada umumnya mengikuti perkembangan fisik manusia secara biologis. Jadi kemampuan berpikir pada manusia merupakan kemampuan potensial. Berpikir pada prakteknya tidaklah terlalu mudah; dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa mungkin orang salah dalam berpikir, bukan karena pengetahuannya yang salah, melainkan karena jalan pikirannya yang tidak lurus atau tidak menurut aturan. Misalkan dikatakan terhadap seseorang yang berbelanja agak berlebih-lebihan serta tidak menawar-nawar; ‘ah itu orang Jakarta’, hal yang demikian itu disebut tidak logis, sebab walaupun mungkin benar bahwa orang yang berbelanja demikian itu orang Jakarta, tapi tidak semua orang Jakarta selalu bertindak demikian kalau berbelanja.Sebaliknya jika dikatakan orang: A sama dengan B, dan B sama dengan C, maka A sama dengan C. Itu segera nampak kelurusan dari jalan pikiran tersebut, logislah itu, kata orang. Jadi rupa-rupanya adalah aturan berpikir yang tak boleh dilanggar. Suatu tugas ilmiah mencari aturan berpikir ini supaya dikatahui, kalau ada pelanggaran aturan atau penyelewengan dari jalan berpikir yang lurus, maka dicobalah oleh para ahli pikir untuk memenuhi tugas itu, hasilnya memang bermanfaat sekali bagi manusia yang hendak berpikir. Pengetahuan itu merupakan bagian dari filsafat dan disebut orang dengan istilah “logika”. Tugas logika ialah memberikan penjelasan bagaimana orang seharusnya berpikir. Ada juga yang mengatakan bahwa logika itu mengutarakan teknik berpikir, yaitu cara yang sebenarnya untuk berpikir.
Pikiran merupakan juru kunci didalam berlogika, sebenarnya apakah yang disebut dengan pikiran itu? Apakah semua orang sudah menyadari bahwa pikiran bisa bekerja sendiri secara otomatis dan juga bisa bekerja dengan tuntunan si pemilik pikiran?
Sebagaimana telah kita ketahui sebelumnya bahwa ilmu logika pada dasarnya adalah untuk mempelajari hukum-hukum, patokan-patokan dan rumus-rumus berpikir. Sekarang yang menjadi pertanyaan kita adalah apakah semua pemikiran yang sering kita kemukakan dan pemikiran seseorang yang disampaikan kepada kita bisa dinilai logis atau tidak?
Membicarakan hal serupa ini serasa gampang-gampang susah, gampang karena bagi kebanyakan kita yang disebut berpikir ya berpikir aja. Tinggal ngikuti naluri saja, apa yang kita rasakan, apa yang kita yakini, bagaimana pikiran kelompok kita, bagaimana kecenderungan pribadi kita, bagaimana kepribadian dan sugesti-sugesti apa yang kita dapatkan, maka itulah yang akan kita sampaikan sebagai buah pikiran.
Namun demikian, diluar itu masih ada juga dari sebagian kita yang mengemukakan buah pikirannya dengan mengikuti luapan emosi seperti caci maki, kata pujian atau pernyataan keheranan dan kekaguman. Membicarakan pikiran juga bisa menjadi susah jika kita harus menilai hasil buah pikiran yang disampaikan itu, apakah sudah benar atau salah? Sudah bertujuan “baik” atau “jahat” , bertujuan mengatakan fakta apa adanya atau hanya sekedar ingin memutar balikkan fakta, bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan kelompok atau untuk tujuan kebenaran dan lain-lain.
Bagaimana cara kita untuk mengetahui apa yang disampaikan seseorang dalam buah pikirannya adalah merupakan tugas ilmu logika untuk mengukurnya. Ilmu Logika akan menyelediki, menyaring dan menilai buah pikiran seseorang dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan mendapakan kebenaran terlepas dari segala kepentingan perorangan dan kelompok. Logika akan merumuskan, menetapkan patokan-patokan dan memberikan hukum-hukum yang harus ditaati agar manusia bisa berpikir benar, efisien dan teratur.
Bagaimana cara kita untuk mengetahui apa yang disampaikan seseorang dalam buah pikirannya adalah merupakan tugas ilmu logika untuk mengukurnya. Ilmu Logika akan menyelediki, menyaring dan menilai buah pikiran seseorang dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan mendapakan kebenaran terlepas dari segala kepentingan perorangan dan kelompok. Logika akan merumuskan, menetapkan patokan-patokan dan memberikan hukum-hukum yang harus ditaati agar manusia bisa berpikir benar, efisien dan teratur.
Sekarang yang menjadi perhatian kita adalah, bagaimana caranya ilmu logika melakukan hal serupa diatas?
Logika melakukan hal serupa diatas bisa dengan dua cara, pertama dengan meneliti logika formalnya, yaitu melakukan penelitian terhadap kaidah logikanya, hukum-hukum logikanya dan patokan-patokan yang digunakan, apakah sudah benar atau masih salah dalam menarik kesimpulan atau konklusinya.
Kedua dengan melakukan penelitian terhadap logika materialnya, apakah sudah ada persesuaian antara pikiran yang diutarakan dengan kenyataan. Sampai disini ada perbedaan sedikit, apa yang bisa dilakukan oleh ilmu logika material dengan apa yang bisa dilakukan oleh ilmu spiritual semacam tawasuf dan irfan. Bagi ilmu logika material, mengukur kebenaran buah pikiran itu tidak lebih dari meneliti kesatuan (non kontradiksi) antara apa yang diucapkan berdasarkan buah pikiran dengan apa yang bisa dilihat sebagai fakta. Apakah buah pikiran sesuai dengan kenyataan atau tidak.
Kedua dengan melakukan penelitian terhadap logika materialnya, apakah sudah ada persesuaian antara pikiran yang diutarakan dengan kenyataan. Sampai disini ada perbedaan sedikit, apa yang bisa dilakukan oleh ilmu logika material dengan apa yang bisa dilakukan oleh ilmu spiritual semacam tawasuf dan irfan. Bagi ilmu logika material, mengukur kebenaran buah pikiran itu tidak lebih dari meneliti kesatuan (non kontradiksi) antara apa yang diucapkan berdasarkan buah pikiran dengan apa yang bisa dilihat sebagai fakta. Apakah buah pikiran sesuai dengan kenyataan atau tidak.
Bagi logika, ucapan adalah buah pikiran. Pikiran hanya bisa berbuah jika dia diucapkan melalui suara, ucapan, tulisan atau isyarat. Isyarat adalah perkataan yang dipadatkan, karena itu ia adalah perkataan juga. Jadi pikiran dan perkataan adalah identik, tidak berbeda satu sama lain dan yang satu bukan tambahan bagi yang lainnya. Dan bagi logika, susunan kata-kata yang keluar melalui ucapan, isyarat dan tulisan seseorang adalah ‘data’ dan data itu disebut sebagai premis-premis. Apakah premisnya sudah sesuai dengan kenyataan yang ada atau tidak.
Pikiran manusia pada hakikatnya selalu mencari dan berusaha untuk memperoleh kebenaran. Karena itu pikiran merupakan suatu proses. Dalam proses tersebut haruslah diperhatikan kebenaran bentuk dapat berpikir logis. Kebenaran ini hanya menyatakan serta mengandaikan adanya jalan, cara, teknik, serta hukum-hukum yang perlu diikuti. Semua hal ini diselidiki serta dirumuskan dalam logika.
Manusia berpikir itu untuk tahu. Kalau ia berpikir tidak semestinya mungkin ia tidak akan mencapai pengetahuan yang benar. Tak seorang pun mencita-citakan kekeliruan; ia ingin mencapai kebenaran dalam proses tahu-nya itu. Adapun manusia kalau tahu tentang sesuatu, ia akan mengakui sesuatu terhadap sesuatu itu. Misalnya, kalau orang tahu tentang sebuah rumah, mungkin ia tahu juga bahwa rumah itu besar atau kecil. Maka besar atau kecil ini diakui hubungannya dengan rumah itu. Apa pengetahuan itu juga tidak merupakan pengingkaran? Misalnya dalam pengetahuan bahwa: “rumah itu tidak besar” memang menurut bentuknya, ini pengingkaran, negatif. Tetapi pengetahuan yang sebenarnya adalah positif atau pengakuan. Dalam bentuk ingkar tersebut di atas, orang tahu bahwa ada rumah besar menurut ukuran positif yang ada padanya. Itu dasarnya dulu, setelah itu diketahui, maka ternyata bahwa rumah itu tidak mempunyai sifat itu; tetapi tentu ada yang positif pada rumah itu, misalnya indah, mahal, bersih, dan lain sebagainya. Pengetahuan adalah positif. Lebih jelasnya hal ini dalam contoh pengetahuan yang dipunyai orang bahwa: “daun itu tidak merah”. Orang itu tahu benar, bahwa daun itu hijau atau kuning. Jika ia sekiranya tidak mempunyai pengetahuan yang positif, tak mungkin ia tahu, bahwa daun itu tidak merah. Memang harus diakui, bahwa menurut bentuknya mungkin pengetahuan ada yang positif dan ada yang negatif. Tetapi sekali lagi: dasar pengetahuan adalah positif, sebab jika ada sesuatu yang dihubungkan dengan sesuatu kedua, maka ‘sesuatu’ itu haruslah positif.
Sebelumnya dikatakan bahwa tahu ialah mengakui hubungan sesuatu dengan sesuatu. Pengakuan ini bisa nampak, kalau dikatakan, dicetuskan dengan kata atau rentetan kata. Betul pengetahuan itu tidak selalu dan tidak perlu dicetuskan dengan kata atau dengan alat pergaulan lain (gerak, tulisan, dan lain-lain), tetapi jika hendak dinampakan kepada orang lain, maka haruslah dicetuskan dengan alat pergaulan, dan diantara alat itu yang amat baik adalah bahasa. Adapun bahasa yang utama adalah yang dikatakan, diutarakan dengan kata, bahasa lisan. Bahasa dengan kata-katanya dipergunakan manusia untuk mengutarakan isi hatinya. Tiap kata memang mengandung maksud, tetapi dalam bahasa lisan maksud itu tidak hanya ditunjukan dengan kata saja, melainkan juga diiringi dengan gerak, ekspresi, dan situasi lainnya.
Namun, sebagai alat pergaulan kita harus membedakan bermacam-macam bahasa. Ada bahasa lisan yang diucapkan dengan lisan, dan alat pengucap lainnya, dan ada bahasa tulisan, serta ada bahasa gerak. Dalam ilmu, terutama dalam logika, bahasa itu harus bisa mencerminkan maksud setepat-tepatnya. Lain halnya dengan bahasa yang dipergunakan dalam kesusasteraan. Di situ yang diutamakan adalah keindahan bahasa. Memang maksud juga penting, tetapi di samping maksud ada faktor indah. Jadi bahasa menurut caranya mengutarakan ada bahasa lisan, tertulis, dan gerak. Menurut tujuannya ada bahasa kesusasteraan dan bahasa ilmiah. Dalam bahasa ilmiah, pengemasan bahasa yang disampaikan haruslah logis, karena ilmiah artinya berbicara tentang pengetahuan, dan tahu ini mengikuti aturannya sendiri, yaitu logika.
Manusia berpikir itu untuk tahu. Kalau ia berpikir tidak semestinya mungkin ia tidak akan mencapai pengetahuan yang benar. Tak seorang pun mencita-citakan kekeliruan; ia ingin mencapai kebenaran dalam proses tahu-nya itu. Adapun manusia kalau tahu tentang sesuatu, ia akan mengakui sesuatu terhadap sesuatu itu. Misalnya, kalau orang tahu tentang sebuah rumah, mungkin ia tahu juga bahwa rumah itu besar atau kecil. Maka besar atau kecil ini diakui hubungannya dengan rumah itu. Apa pengetahuan itu juga tidak merupakan pengingkaran? Misalnya dalam pengetahuan bahwa: “rumah itu tidak besar” memang menurut bentuknya, ini pengingkaran, negatif. Tetapi pengetahuan yang sebenarnya adalah positif atau pengakuan. Dalam bentuk ingkar tersebut di atas, orang tahu bahwa ada rumah besar menurut ukuran positif yang ada padanya. Itu dasarnya dulu, setelah itu diketahui, maka ternyata bahwa rumah itu tidak mempunyai sifat itu; tetapi tentu ada yang positif pada rumah itu, misalnya indah, mahal, bersih, dan lain sebagainya. Pengetahuan adalah positif. Lebih jelasnya hal ini dalam contoh pengetahuan yang dipunyai orang bahwa: “daun itu tidak merah”. Orang itu tahu benar, bahwa daun itu hijau atau kuning. Jika ia sekiranya tidak mempunyai pengetahuan yang positif, tak mungkin ia tahu, bahwa daun itu tidak merah. Memang harus diakui, bahwa menurut bentuknya mungkin pengetahuan ada yang positif dan ada yang negatif. Tetapi sekali lagi: dasar pengetahuan adalah positif, sebab jika ada sesuatu yang dihubungkan dengan sesuatu kedua, maka ‘sesuatu’ itu haruslah positif.
Sebelumnya dikatakan bahwa tahu ialah mengakui hubungan sesuatu dengan sesuatu. Pengakuan ini bisa nampak, kalau dikatakan, dicetuskan dengan kata atau rentetan kata. Betul pengetahuan itu tidak selalu dan tidak perlu dicetuskan dengan kata atau dengan alat pergaulan lain (gerak, tulisan, dan lain-lain), tetapi jika hendak dinampakan kepada orang lain, maka haruslah dicetuskan dengan alat pergaulan, dan diantara alat itu yang amat baik adalah bahasa. Adapun bahasa yang utama adalah yang dikatakan, diutarakan dengan kata, bahasa lisan. Bahasa dengan kata-katanya dipergunakan manusia untuk mengutarakan isi hatinya. Tiap kata memang mengandung maksud, tetapi dalam bahasa lisan maksud itu tidak hanya ditunjukan dengan kata saja, melainkan juga diiringi dengan gerak, ekspresi, dan situasi lainnya.
Namun, sebagai alat pergaulan kita harus membedakan bermacam-macam bahasa. Ada bahasa lisan yang diucapkan dengan lisan, dan alat pengucap lainnya, dan ada bahasa tulisan, serta ada bahasa gerak. Dalam ilmu, terutama dalam logika, bahasa itu harus bisa mencerminkan maksud setepat-tepatnya. Lain halnya dengan bahasa yang dipergunakan dalam kesusasteraan. Di situ yang diutamakan adalah keindahan bahasa. Memang maksud juga penting, tetapi di samping maksud ada faktor indah. Jadi bahasa menurut caranya mengutarakan ada bahasa lisan, tertulis, dan gerak. Menurut tujuannya ada bahasa kesusasteraan dan bahasa ilmiah. Dalam bahasa ilmiah, pengemasan bahasa yang disampaikan haruslah logis, karena ilmiah artinya berbicara tentang pengetahuan, dan tahu ini mengikuti aturannya sendiri, yaitu logika.
Bahasa kesusasteraan tidak selalu dan juga tidak mungkin selalu logis, karena logika bukanlah satu-satunya faktor penting dalam dunia kesusteraan. Seringkali seakan-akan bahasa kesusasteraan memperkosa logika seperti dalam ungkapan: putri malam, keluar masuk, kepala surat atau guru kepala, minum teh, dan lain sebagainya. Walaupun memang tidak logis, tetapi kita tahu maksudnya.
Bagaimanapun coraknya, bahasa selalu merupakan bentuk berpikir, karena dari bahasa kita dapat tahu maksud orang berbahasa itu. Sebagai bentuk berpikir, bahasa disebut penjelmaan berpikir. Sebagai penjelmaan berpikir bahasa menampakan manusia. Itu sebabnya maka ada bermacam-macam bahasa yang berlainan susunan dan bentuk kalimatnya, juga dalam pembentukan kata-katanya.
Oleh karena manusia yang berpikir itu merupakan kesatuan dan keseluruhan, maka bahasanya pun merupakan kesatuan dan keseluruhan. Bahasa merupakan sesuatu yang hidup dan dinamis. Seringkali perkembangan bahasa tidak selaras dengan perkembangan masyarakat yang mempunyainya, sehingga kerapkali ada kepincangan antara manusia dengan bahasanya, sebab bahasanya tidak mau “di-per-alat” begitu saja. Dalam ilmu dan pengetahuan modern yang dahulu tidak dipunyai oleh masyarakat tertentu, maka manusia mudah berkenalan dengan maksud atau pengertian baru, tetapi itu tak dapat dikatakan dalam bahasanya sendiri. Hal yang demikian ini kita alami dalam bahasa kita maka kita cari dan kita bentuk kata majemuk baru, kita terima pembentukan dari kata asal yang sudah kita miliki tetapi bentuk.
Bagaimanapun coraknya, bahasa selalu merupakan bentuk berpikir, karena dari bahasa kita dapat tahu maksud orang berbahasa itu. Sebagai bentuk berpikir, bahasa disebut penjelmaan berpikir. Sebagai penjelmaan berpikir bahasa menampakan manusia. Itu sebabnya maka ada bermacam-macam bahasa yang berlainan susunan dan bentuk kalimatnya, juga dalam pembentukan kata-katanya.
Oleh karena manusia yang berpikir itu merupakan kesatuan dan keseluruhan, maka bahasanya pun merupakan kesatuan dan keseluruhan. Bahasa merupakan sesuatu yang hidup dan dinamis. Seringkali perkembangan bahasa tidak selaras dengan perkembangan masyarakat yang mempunyainya, sehingga kerapkali ada kepincangan antara manusia dengan bahasanya, sebab bahasanya tidak mau “di-per-alat” begitu saja. Dalam ilmu dan pengetahuan modern yang dahulu tidak dipunyai oleh masyarakat tertentu, maka manusia mudah berkenalan dengan maksud atau pengertian baru, tetapi itu tak dapat dikatakan dalam bahasanya sendiri. Hal yang demikian ini kita alami dalam bahasa kita maka kita cari dan kita bentuk kata majemuk baru, kita terima pembentukan dari kata asal yang sudah kita miliki tetapi bentuk.
N
Tugas kelompok
BAHASA DAN PIKIRAN
Oleh kelompok V :
Muh Dahlan ST. Maryam. P
Perawati Herianto
Silfianti Muchsin Nursaidah
Hardianti Nurhidayah
Ririn Sabriadi Andi Muliani
Mahmud Astrid
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYA MAKASSAR
2010/2011
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahnya-lah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Tak lupa pula kita ucapkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah yang telah menghantarkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh berkah.
Adapun judul makalah kami “BAHASA DAN PIKIRAN ”, dan kami sangat berharap semoga dengan adanya makalah ini kami dapat memberikan sedikit gambaran dan memperluas wawasan ilmu yang kita miliki.
Terima kasih atas pihak yang telah mendukung kami dalam pembuatan makalah ini, jika ada salah kata, kami bersedia menerima kritik dan saran untuk pembuatan makalah selanjutnya. Jika ada yang tidak berkenan di hati kalian, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Billahi Fii Sabilillaq Fastabiqul Khaerat.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Makassar, 1 Februari 2011
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Sri Utari Subiyakto Nababan. 1992. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tadkirotun Musfiroh. 2002. Pengantar psikolinguistik. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta.
Yudibrata, dkk. 1998. Psikolinguistik. Jakarta: Depdikbud PPGLTP Setara D-III.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar