Powered By Blogger

Kamis, 24 Februari 2011

makalah yudikatif


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang
teori pembagian kekuasaan yang selama ini dikenal, datang dari Montesquieu yang membagi kekuasaan negara ke dalam 3 bagian penting. Legislatif yang bertugas membuat Undang-undang, Eksekutif yang bertugas menjalankan Undang-Undang dan Yudikatif adalah pengawas terhadap Eksekutif. Teori ini tentu sudah sangat dikenal, bahkan dari sejak saya menginjakkan kaki di Sekolah Dasar.
Tujuan dari teori ini tentu untuk membatasi kekuasaan yang absolut, sehingga ada fungsi check and balance. Tetapi yang menjadi pertanyaan mendasar adalah, ketika ketiga fungsi kekuasaan tersebut sudah “menyatukan diri kedalam sebuah “kesepakatan” yang tidak tertulis, terjebak kedalam suatu sistem yang “tahu sama tahu”, maka apakah gunanya pemisahan kekuasaan?
Eksekutif yang korup membuat rakyat berharap kepada Yudikatif untuk mengawasi. Ternyata Yudikatif juga tidak lebih baik. Sebagai lembaga yang menegakkan hukum dan perundang-undangan, hati ini miris melihat suatu lembaga yang harusnya menegakkan hukum dan perundangan juga terlibat pada sistem yang “tahu sama tahu”. Pada akhirnya, harapan itu bergantung pada Legislatif, lembaga yang membuat Undang-undang, lembaga yang disebut juga sebagai rumah rakyat. Lalu apa yang terjadi? rumah rakyat yang mewah itu dipenuhi oleh “tikus-tikus” yang selalu berbicara untuk membela rakyat, yang haus akan kekuasaan dan yang “tidak kompeten” membuat Undang-undang itu sendiri (karena sebagian besar atau mungkin seluruh draft Undang-undang disusun oleh Eksekutif).
B.     Rumusan masalah
a.       Pengertian Yudikatif
b.      Pembagian perubahan dalam kewenangan lembaga negara UUD 1945 yang telah di amandemenka.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    YUDIKATIF DI INDONESIA
Dalam sistem Trias Politika dikenal istilah pembagian kekuasaan yaitu Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Istilah pembagian kekuasaan ini, tidak sepenuhnya diadopsi oleh Indonesia, melainkan digunakan istilah pemisahan kekuasaan (separation of power) dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan tugas dan wewenang di masing – masing lembaga.
Dalam perkembangannya, ketiga lembaga tersebut memiliki catatan tersendiri. Hal ini juga dikarenakan adanya perubahan sistem pemerintahan yang terjadi dalam kurun waktu 64 tahun sejak Indonesia merdeka. Masing – masing lembaga tersebut pernah mengalami perubahan, baik dalam hal kedudukan maupun tugas dan kewenangan.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut adalah adanya perubahan dalam konstitusi atau UUD yang kita gunakan. Perubahan tersebut sangat mempengaruhi sistem pemerintahan seperti yang telah dikemukakan di atas. Hal yang paling dapat kita amati adalah bagaimana perubahan yang sangat signifikan terjadi setelah lengsernya era orde baru dan dilakukannya amandemen terhadap UUD kita. Perubahan tersebut dapat dilihat dari sistem ketatanegaraan kita, terutama yang menyangkut kedudukan dan kewenangan lembaga tinggi negara.
Lembaga yudikatif menjadi lembaga yang mengalami perubahan cukup signifikan dari segi kelembagaan, terutama karena dibentuknya lembaga – lembaga baru yang memiliki kewenangan tersendiri. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi penulis untuk membuat suatu perbandingan antara kedudukan dan kewenangan lembaga tinggi yudikatif baik sebelum dan sesudah dilakukannya amandemen UUD 1945.
Adapun beberapa masalah yang akan dibahas tulisan ini adalah:
1.1.1 Bagaimana kedudukan dan kewenangan lembaga yudikatif sebelum amandemen UUD 1945?
1.1.2 Bagaimana perbandingan kedudukan dan kewenangan lembaga yudikatif terutama setelah dilakukannya amandemen UUD 1945?
2.1 Kedudukan dan kewenangan lembaga yudikatif sebelum dilakukannya amandemen UUD 1945.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, dikenal beberapa istilah kelembagaan yaitu lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Bahkan, dulu sebelum adanya amandemen UUD dikenal pula istilah lembaga tertingi negara dan lembaga tinggi negara. Semua lembaga tersebut memiliki tugas dan wewenang masing – masing yang diatur dalam konstitusi kita yaitu UUD 1945.
Pada pembahasan kali ini, hanya akan dibahas mengenai lembaga yudikatif. Meskipun demikian, Karena berbicara mengenai kedudukan, maka paling tidak akan disinggung pula mengenai lembaga – lembaga lain yang memiliki keterkaitan dan hubungan dengan lembaga yudikatif. Jadi secara umum yang perlu dibahas mengenai lembaga yudikatif baik sebelum maupun sesudah amandemen adalah kedudukan, kewenangan, serta lembaga apa saja yang termasuk dalam lembaga yudikatif.
Seperti telah dikemukakan di atas, sebelum adanya amandemen UUD 1945, sistem kelembagaan ketatanegaraan kita mengenal istilah lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Yang dimaksud lembaga tertinggi negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan yang termasuk sebagai lembaga tinggi negara adalah :
1. Presiden
2. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
5. Mahkamah Agung (MA)
Berdasarkan kedudukan lembaga tersebut, maka Mahkamah Agung sebagai satu – satunya lembaga tinggi yudikatif, termasuk dalam lembaga tinggi negara.
Sebagai lembaga tinggi negara, tugas dan kewenangan Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif sebelum amandemen UUD 1945 diatur dalam Pasal 24 UUD 1945. Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara yang merupakan lembaga peradilan tertinggi di Indonesia. Oleh karena itu MA bertugas mengawasi kegiatan – kegiatan lembaga peradilan lain yang berada di bawahnya. Tugas MA tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menetukan bahwa “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain – lain badan kehakiman menurut undang – Undang.”
Mahkamah Agung dan badan – badan kehakiman lain bertugas menegakkan tertib hukum yang sudah digariskan oleh rakyat melalui wakil – wakilnya. Maka dalam menjalankan tugasnya, lembaga – lembga tersebut bebas dari pengaruh lembaga – lembaga lain (termasuk pemerintah). Dibebaskannya lembaga – lembaga penegak hukum tersebut dari pengaruh lembaga atau kekuasaan lain adalah untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian diharapkan agar keputusan yang diambil melalui proses peradilan adalah keputusan yang adil bagi semua pihak.
2.2 Kedudukan dan kewenangan lembaga yudikatif sesudah adanya amandemen UUD 1945.
Setelah adanya amandemen UUD 1945 terjadi banyak perubahan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Hal yang paling menonjol adalah dihapuskannya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara serta adanya beberapa lembaga negara baru yang dibentuk, yaitu Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Adapun lembaga – lembaga yang tercantum sebagai lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 yang telah diamandemen adalah :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Presiden
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Mahkamah Agung (MA)
7. Mahkamah Konstitusi (MK)
8. Komisi Yudisial (KY)
Kedelapan lembaga negara tersebut merupakan lembaga negara yang kedudukannya sejajar satu sama lain. Dua lembaga yang baru dibentuk yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial merupakan lembaga yang masuk dalam lingkup lembaga yudikatif. Ini menandakan bahwa amandemen UUD 1945 memberikan pengaruh besar dalam sistem kelembagaan ketatanegaraan di Indonesia khususnya terhadap lembaga yudikatif. Selain itu, perubahan yang dimaksud dan diamanatkan oleh amandemen UUD 1945 juga terjadi pada kewenangan Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia.
Terkait dengan kewenangan lembaga tinggi negara khususnya lembaga yudikatif,
 B. Ada beberapa perubahan pada kewenangan lembaga negara UUD 1945 yang telah di amandemen yaitu :
1. Mahkamah Agung (MA)
Menurut Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemen, Mahkamah Agung adalah lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini diimplementasikan dengan kewenangan untuk mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang. (Pasal 24 A ayat (1) Perubahan ke III UUD 1945). Selain itu, menurut Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemen terdapat beberapa badan peradilan yang berada dibawah lingkup Mahkamah Agung meliputi :
1. Peradilan umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
2. Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah konstitusi merupakan lembaga negara yang dibentuk setelah adanya amandemen UUD 1945. Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution). (Saiz, 2007) Tugas dan wewenang MK diatur dalam pasal 24 C ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945 yaitu :
a. Menguji UU terhadap UUD
b. Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara.
c. Memutus pembubaran partai politikmemutus sengketa hasil pemilu
d. Memberi putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran oleh presiden dan / atau Wakil presiden menurut UUD
Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
3. Komisi Yudisial
Komisi yudisial yang lahir melalui amandemen ketiga UUD 1945 Pasal 24B, merupakan lembaga negara yang mandiri serta mempunyai kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lainnya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim. Walalupun komisi yudisial bukanlah penyelenggara kekuasaan kehakiman, namun KY memiliki peranan yang sangat penting dalam mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari campur tangan penguasa.

A KEKUASAAN DALAM NEGARA DEMOKRASI
Demokrasi itu sendiri secara etimologi berasal dari bahasa Yunani kuno demokratia. Kata “demokrasi” merupakan gabungan dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos atau cratein yang artinya pemerintahan atau kekuasaan.
Jika digabungkan, demokrasi berarti pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Jadi, demokrasi adalah keadaan di mana kedaulatan atau kekuasaan tertinggi suatu negara berada di tangan rakyat.
Pengertian luasnya demokrasi adalah pemerintahan yang segenap kegiatan pengelolaannya dijalankan dengan menjadikan rakyat sebagai subjek dan titik tumpu penentu perpolitikan dan kepemerintahan di negara tersebut.
Seorang negarawan dari Athena yang hidup pada tahun 430 SM bernama Pericles menguraikan beberapa kriteria penting mengenai demokrasi. Menurut Pericles demokrasi mengandung beberapa kriteria, di antaranya:
  1. Pemerintah suatu Negara dibangun dari dukungan dan partisipasi yang mayoritas secara langsung.
  2. Adanya kesamaan warga Negara dibawah hokum.
  3. Adanya penghargaan dan perlindungan terhadap pemenuhan HAM.
Ada tiga prinsip dasar dalam sistem politik yang demokratis, yaitu:
  1. Ditegakannya etika dan moralitas dalam politik sebagai landasan kerja sistem politik, ekonomi, dan sosial di dalam negara.
  2. Dipakainya prinsip konstitusionalisme dengan tegas dalam pelaksanaannya serta adanya kepatuhan terhadap supremasi hukum yang berlaku.
  3. Pemberlakuan akuntabilitas publik. Memposisikan orang-orang yang memegang jabatan publik dan pemerintahan sebagai pemegang amanat dari rakyat yang dapat dimintai pertanggungjawabannya oleh rakyat.
Prinsip-prinsip demokrasi dirincikan oleh Inu Kencana Syafiie sebagai berikut; diberlakukakannya pembagian kekuasaan, pemilihan umum yang bebas, manajemen yang terbuka, kebebasan individu, peradilan yang bebas, pengakuan hak minoritas, pemerintahaan yang berdasarkan hukum, pers yang bebas, adanya berbagai macam partai politik, konsensus, persetujuan, pemerintahan yang berdasarkan konstitusional, ketentuan tentang pendemokrasian, pengawasan terhadap administrasi negara, perlindungan HAM, pemerintahan yang mayoritas, persaingan keahlian, terbentuknya mekanisme politik, kebebasan kebijaksanaan negara, dan yang terpenting pemerintah harus mengutamakan musyawarah.
Demokrasi adalah kata kunci tersendiri dalam kaitannya dengan bidang ilmu politik. Indikator perkembangan suatu negara bisa dilihat dari berjalannya demokrasi di negara tersebut. Demokrasi menjadi hal yang sangat vital terutama dalam pembagian kekuasaan di suatu negara. Para pemegang kekuasaaan dituntut agar menggunakan kekuasaanya untuk kesejahteraan rakyat.
Trias Politika
Dalam pembagian kekuasaan di pemerintahan, demokrasi biasanya menggunakan konsep dan prinsip trias politika. Trias politika merupakan salah satu pilar demokrasi yang prinsipnya adalah membagi kekuasaan ke dalam tiga bagian.
Doktrin trias politika pertama kali dirumuskan oleh John Locke (1632-1704 M) dan Montesquieu (1689 – 1755 M). Doktrin ini ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan. John Locke merumuskan trias politika di dalam bukunya yang berjudul Two Treatises on Civil Government, di mana buku tersebut sebagai upaya kritikan terhadap kekuasaan absolut. John Locke membagi kekuasaan ke dalam tiga hal, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan federatif.
Tiga bagian kekuasaan itu punya tugas dan wewenang yang berbeda. Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan politik yang berwenang untuk membuat peraturan dan undang-undang. Kekuasaan Eksekutif mempunyai tugas untuk melaksanakan undang-undang dan berwenang dalam mengadili. Sedangkan kekuasaan federatif bertugas untuk menjaga keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain.



BAB III
PENUTUP
A.     Simpulan
Lembaga Yudikatif adalah lembaga yang melaksanakan penegakan hukum (kepolisian, kejaksaan, Pengadilan).
Tugas-tugas pokok dan wewenang lembaga yudikatif adalah melakukan proses penegakan hukum bagi orang atau lembaga yang melakukan suatu pelanggaran perdata atau pidana baik itu hukumanya berupa teguran atau penjara.
Lembaga yudikatif menjadi lembaga yang mengalami perubahan cukup signifikan dari segi kelembagaan, terutama karena dibentuknya lembaga – lembaga baru yang memiliki kewenangan tersendiri. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi penulis untuk membuat suatu perbandingan antara kedudukan dan kewenangan lembaga tinggi yudikatif baik sebelum dan sesudah dilakukannya amandemen UUD 1945.

B.     Saran
Dari makalah diatas masih banyak sekali kekuranga baik dari pengunaan kata-kata ataupun penulisannya maka dari itu kami minta kepada Bapak / Ibu Dosen untuk lebih membimbing lagi dalam membuat makalah yang sipatnya membangun.









Daftar pustaka

http://www.jevuska.com/topic/tugas+dan+fungsi+yudikatif.html

















Kata pengntar

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan limpahannya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok yang berjudul “morfologi ”.Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yang selalu memberikan motivasi dan semangat yang tinggi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki.Untuk itu kami sangat mengharapkan partisipasi dari pembaca berupa kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk pembuatan selanjutnya.



Makassar, Januari  2011

      P E N Y U S U N


Daftar isi
Daftar isi ………………………………………………………………………………………………………………………………  i
Kata pengantar…………………………………………………………………………………………………………………….  ii
BAB I Pendahuluan………………………………………………………………………………………………………………  1
A.      Latar belakang …………………………………………………………………………………………………..  1
B.      Rumusan masalah……………………………………………………………………………………………...   1
BAB II  Pembahasan ……………………………………..……………………………………………………………………… 2
A.      Yudikatif di Indonbesia ……………………………………………………………………………………………….    2
B.     Pembagian perubahan dalam kewenangan lembaga negara UUD 1945 yang telah di amandemenka…………………………………………………………………………………………………………….   5
BAB III  Penutup …………………………………………………………………………………………………………………  9
A.      Simpulan ……………………………………………………………………………………………………………………     9
B.      Saran ……………………………………………………………………………….…………………………………………    9
Daftar pustaka ……………………………………………………………………….…………………………………………  10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar