7
kritik
dalam ilmu sastra nouvella critique dan posttrukturalisme atau dekonstruksi
Karya
sastra diciptakan orang jauh sebelum orang memikirkan hakekat sastra.
Berdasarkan pengertian akan apa hakekat sastra. Sastra itu sebagai pengungkapan
baku dari apa yang telah disaksikan orang dalam kehidupan, apa yang telah
direnungkan dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan yang paling menarik
minat secara langsung lagi kuat. Pada hakekatnya sastra adalah suatu
pengungkapan kehidupan lewat bentuk bahasa (Hardjana, 1985:10).
Sastra lahir disebabkan oleh dorongan minat pada sesama manusia, untuk menaruh minat pada dunia realitas tempat hidupnya yang berlangsung sepanjang hari dan sepanjang zaman, dan pada dunia angan-angan yang dikhayalkan pada dunia nyata. Dengan kata lain, sastra lahir karena dorongan-dorongan azasi yang sesuai dengan kodrat insaniah orang sebagai manusia. Sastra yang telah dilahirkan oleh para sastrawan diharapkan dapat memberikan kepuasan estetik dan kepuasan intelek bagi khalayak pembaca. Tetapi seringkali karya sastra itu tidak mampu dinikmati dan dipahami sepenuhnya oleh sebagian besar anggota masyarakat.
Dalam hal ini perlu adanya penelaah dan penelitian sastra (Semi,1993:1). Dorongan dasar untuk mengungkapkan dirinya tersebut pada dasarnya lebih didorong oleh keinginan manusia untuk selalu memperhatikan perilaku yang beragam. Bila ingin mengenal dan melihat manusia lebih dalam dan lebih jauh diperlukan psikologi(Semi, hal 76). Dengan demikian tampak hubungan antara sastyra dengan psikologi. Namun demikian untuk menemukan dan mengetahui hubungan antara sastra dan psikologi perlu adanya penelahan dan penelitian, mengingat tidak semua pembaca dapat memahami karya sastra secara baik tanpa adanya bantuan dari orang lain.
Karya sastra merupakan sebuah karya imaginer yang membutuhkan tafsiran-tafsiran untuk memperoleh makna yang sesuai dengan apa yang ada dalam karya tersebut, dalam menafsirkan karya sastra tentu membutuhkan berbagai teori yand dianggap sesuai ubtuk dapat menemukan makna dengan cara menganalisis karya satra baik melalui unsure-unsur pembangunnya maupun dari unsur –unsur yang lain.
Keterkaitanya analisis dengan kritik satra sangat erat dimana analisis karya sastra merupakan cara yang baik untuk mengkritik suatu karya satra, tanpa adanya analisis dahulu sebelum mengkritik maka kritikan tersebut dianggap tidak bermutu atau hanya sekedar mengkritik tanpa mengetahui kaidah-kaidah dalam mengkritik suatu karya sastra, karena banyaknya teori untuk melakukan analisis terhadap karya sastra maka pada makalah ini hanya akan membahas teori terapan:aliran ergosentrik yang mencakup beberapa kritik sastra di dalamnya.
2. Aliran Ergosentrik
Sastra lahir disebabkan oleh dorongan minat pada sesama manusia, untuk menaruh minat pada dunia realitas tempat hidupnya yang berlangsung sepanjang hari dan sepanjang zaman, dan pada dunia angan-angan yang dikhayalkan pada dunia nyata. Dengan kata lain, sastra lahir karena dorongan-dorongan azasi yang sesuai dengan kodrat insaniah orang sebagai manusia. Sastra yang telah dilahirkan oleh para sastrawan diharapkan dapat memberikan kepuasan estetik dan kepuasan intelek bagi khalayak pembaca. Tetapi seringkali karya sastra itu tidak mampu dinikmati dan dipahami sepenuhnya oleh sebagian besar anggota masyarakat.
Dalam hal ini perlu adanya penelaah dan penelitian sastra (Semi,1993:1). Dorongan dasar untuk mengungkapkan dirinya tersebut pada dasarnya lebih didorong oleh keinginan manusia untuk selalu memperhatikan perilaku yang beragam. Bila ingin mengenal dan melihat manusia lebih dalam dan lebih jauh diperlukan psikologi(Semi, hal 76). Dengan demikian tampak hubungan antara sastyra dengan psikologi. Namun demikian untuk menemukan dan mengetahui hubungan antara sastra dan psikologi perlu adanya penelahan dan penelitian, mengingat tidak semua pembaca dapat memahami karya sastra secara baik tanpa adanya bantuan dari orang lain.
Karya sastra merupakan sebuah karya imaginer yang membutuhkan tafsiran-tafsiran untuk memperoleh makna yang sesuai dengan apa yang ada dalam karya tersebut, dalam menafsirkan karya sastra tentu membutuhkan berbagai teori yand dianggap sesuai ubtuk dapat menemukan makna dengan cara menganalisis karya satra baik melalui unsure-unsur pembangunnya maupun dari unsur –unsur yang lain.
Keterkaitanya analisis dengan kritik satra sangat erat dimana analisis karya sastra merupakan cara yang baik untuk mengkritik suatu karya satra, tanpa adanya analisis dahulu sebelum mengkritik maka kritikan tersebut dianggap tidak bermutu atau hanya sekedar mengkritik tanpa mengetahui kaidah-kaidah dalam mengkritik suatu karya sastra, karena banyaknya teori untuk melakukan analisis terhadap karya sastra maka pada makalah ini hanya akan membahas teori terapan:aliran ergosentrik yang mencakup beberapa kritik sastra di dalamnya.
2. Aliran Ergosentrik
Janvan
Luxemburg dkk. Dalam buku pengantar Ilmu sastra (1984:51-62,Jakarta gramedia)
menyatakan bahwa ada empat jenis kritik sastra berdasarkanox alirran
egosentrik.Egon berasal dari bahsa yunani yang berarti diri sendiri. Kritik
sasstra ini memusatkan diri pada analisis, penafsiran, dan evaluasi tiap-tiap
karya sastra yang berkembang di eropa barat dan Amerika Serikat, yaitu (1)
kritik baru (2) kritik Merlyn (3) nouvelle critique,dan (4) potsstrukturalisme.
2.1
Kritik Baru (new Criticism)
Kritik
baru mulai diperkenalkan pada tahun 1930-an dan menjadi berpengaruh kuat di
Eropa barat dan Amerika serikat hingga tahun 1950-an.Semula New Criticism
merupakan gerakan kritik yang melawan pendekatan sastra historic biografik
serta kritik impresionistik. Para penganut new criticism menganggap ilmu dan
teknologi menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan dari masyarakat dan
menjadikanya berat sebelah, ilmu sains tidak memadai dalam hal mencerminkan
kehidupan manusia. Sastra mengungkapakan situasi kehidupan manusia yang lebih
sempurna. Sebab, sastra merupakan pengetahuann yang berdasar pada pengalaman.
Tugas kritik adalah “mengetahui dan memperlihatkan serta memelihara kekhasan,
keunikan, dan kelengkapan karya sastra”.
New
criticism menganalisi karya sastra dari segi susunan dan organisasi sebuah
karya sastra yang dapat memperlihatkan makna sesungguhanya.
Karya
sastra merupakan suatu kesatuan yang telah selesai, sebuah gejala estetik yang
pada saat penyelesaianya meninggalkan syarat-syarat subjektif (maksud pengarang).
New criticism menentukan ciri-ciri sastra yang baik dengan adanya paradoks dan ironi .
Berikut contoh karya sastra yang memiliki cirri paradoks dan ironi, “pokok kayu” karya Sapardi Djoko Damono.
New criticism menentukan ciri-ciri sastra yang baik dengan adanya paradoks dan ironi .
Berikut contoh karya sastra yang memiliki cirri paradoks dan ironi, “pokok kayu” karya Sapardi Djoko Damono.
POKOK
KAYU
“
suara angin dirumpun bambu
dan
suara kapak dipokok kayu”
adakah
bedanya? Saudaraku?
”jangan
mengganggu,{hardik seekor tempua
yang
sedang mengerami telur-telurnya
di
kusut rambut Nabi Nuh yang purba.
(Sapardi
Djoko Damono,2000:111dalam ayat-ayat api :pustaka firdaus)
Sajak
”pokok kayu” di atas mengandung paradoks dan ironi. Paradoks artinya peryataan
yang seolah –olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau
kebenaran. Sementra itu ironi artinya;
1.’kejadian
atau situasi yang bertentangan dengan yang diharapkan atau yang seharusnya
terjadi,
tetapi sudah menjadi suratan takdir.
2.,
majas dalam satra yang menyatakan makna bertentangan dengan makna yang
sesungguhnya.
Dalam sajak pokok kayu. Kata pokok kayu dapat dipahami sebagai kata majemuk yang
Dalam sajak pokok kayu. Kata pokok kayu dapat dipahami sebagai kata majemuk yang
berarti ’segala tumbuhan yang berbatang
keras dan besar. Atau dapat pula diartikan sendiri-
sendiri, pokok ’inti,utama, dasar, pangkal
dan kayu adalah batang yang keras, bagian pohon
yang batangnya keras.
“
suara angin dirumpun bambu
dan
suara kapak dipokok kayu”
adakah
bedanya? Saudaraku?
ada
perbedaan antara suara angin dan suara kapak meskipun keduanya sama-sma memilki
persamaan sifat yakni bunyi. Suara angin lebih bersifat alami dan suara kapak
lebih bersifat buatan,secara semiotik suara angin menyimbulkan keadaan yang
masih alami dan alam yang masih terjaga kelestarianya. Sedang suara kapak
menyimpulkan adanya perbuatan yang dilakukan manusia terhadapa pepohonan. Dalam
hal ini terjadi ironi antara kata –kata (sura angin di rumpun bambu) dengan (suara
kapak di pokok kayu)
2.2
Kritik Merlyn
Merlyn
(nama majalah di Belanda 1962-1966 dan nama itu sebenarnya nama seorang resi
dari legenda Raja Athur) menjadi terkenal karena menafsirkan puisi dan
novel-novel belanda seara ergosenrtrik.Pendekatan yang dilakukan Merlyn
mewakili pendekatan yang memusatkan perhatian hanya pada karya sastra itu
sendiri dalam menafsirkan suatu karya sastra. Dalam penerapnya tentu dibutuhkan
adanya analisis terhadap puisi atau karya sastra berikut contoh analisi yang
dilakukan dengan kritik Merlyn.pada puisi Balada Nabi Nuh” karya Taufiq Ismail.
BALADA
NABI NUH
Gemuruh
air jadi lautan
Gemuruh
dunia yang tenggelam
Gemuruh
air jadi lautan
Gemuruh
dunia yang tenggelam
Wahai
kaum yang nestapa
Wahai
anakku yang malang
Wahai
kaum yang nestapa
Wahai
anakku yang malang
Oooh
Nabi Nuh
(Taufiq
Ismail Balada Nabi-Nabi, Gema Nada Pertiwi)
Judul
sajak di atas ’Balada Nabi Nuh’ kata balada berarti sajak , cerita, kisah
sederhana yang mengkisahkan cerita rakyat, bersifat romantis, mengharukan dalam
bentuk nyanyian. Tradisi balada barat berpola rima a-b a-b.Nabi Nuh adalah nama
nabi ketiga setelah Adam dan Idris yang tercatat dalam kitab perjanjian lama dan
Alquran.
”gemuruh
air jadi lautan ” mempresentasika keadaan datangnya banjir dahsyat yang membuat
alam menderu.”gemuruh dunia yang tenggelam” karena besarnya air yang adtaang
maka permukaan bumi tenggelam di iringi deru air, gaduh , hiruk-pikuk, jerit
tangis manusia saat itu.”tenggelam” berati karam ’terbenam air takl terlihat,
hilang bentuk. Sebuah gambaran yang seram bahwa bumi dan manusia diliputi air.
”wahai kaum yang nestapa ” sang narator menyapa, berseru, kepada suku,
kaum,umat Nabi Nuh. ”Wahai anakku yang malang” seruan ini untuk anak yang
malang, anak yang tidak penurut anak yang membangkan ajakan orang tuanya
hinmgga membuat dirinya celaka akibat perbuatanya sendiri yang tidak
mempercayai ajakan orang tuanaya. Hingga akhirnya iapun tenggelam bersama
orang-orang yang tidak mempercayai kata-kata sang Nabi. ”oooh Nabi Nuh ”
kehadiran nabi Nuh dalam sajak ini memberikan presentasi yang mewakili
Nabi-Nabi diantaranya ialah dirinya sendiri dalan sejarah kehancuran umat
manusia karena ditenggelamkan dalam air yang begitu dahsyat.
2.3 Nouvelle Critque
2.3 Nouvelle Critque
Aliran
Nouvelle crirque berkembang di perancis pada tahun 1960-an. Para kritikus
penganut aliran ini diataranya adalah Roland Barthes. Aliran ini memiliki
perhatian terhadap struktur teks, kesangguapan mempersjelas titik tolak pada
struktur teks dan memperluas pandangan dari luar teks sehingga dapat melihat
nilai kesejarahanya.aliran ini beranggapan kritikus adalah subjek yang menambah
niali-nilai sendiri sambil membaca karya sastra tertentu.sebuah karya sastra
mengandung sifat ambigu, terbuka bagi penafsir untuk menafsirkan makna pertama
dan kedua.ketika kritikus menganalisis karya sastra secara implisit mereka
telah menentukan hasil analisisnya.sikap subjektif itu tidak mengenyampingkan
metode kritis dan objektifnya karena mendasarkan pada struktur teks karya
sastra. Atas dasar itu maka aliran ini menyebut dirinya kaum strukturalistik.
Kaum
strukturalis akhirnya menyadari bahwa suatu teks tidak dapat di tafsirkan
secara tuntas dalam arti yang sesungguhnya dapat diungkapkan. Ketaksaan bahasa
yang menyebabkan dapat diinterpretasikan kembali teks itu dalam tulisan-tulisan
baru atau disadur dalam karya-karya baru dari teks –teks yang pernah ada. Misal
puisi”Pokok Kayu” dan ”Balada Nabi Nuh” yang ditulis kembali dari Al quran atau
dapat juga dari kitab-kitab perjanjan lama.
2.4 Poststrukturalisme atau dekonstruksi
2.4 Poststrukturalisme atau dekonstruksi
Poststrukturalisme
dikenal sejak 1960-an di Amerika Serikat tokohnya adalah Paul de Man dan J
Hillis Millier, secara tegas menolak pandangan new criticism, mereka ingin
mendekonstrusikan teks, lalu merekonstruksi sebuah teks baru. Mereka
berpendapat:
1.Teks tidaklah mencerminkan kenyataan, tetapi teks membangun kenyataan.bahasa tidak menghadirkan kenyataan (latar. Peristiwa atau kejadian, dan perbuatan tokoh), tetapi bentuk-bentuk bahasa menghadirkan peristiwa,dan perbuatan tokoh hany dalam angan-angan pengarang.
2. Sebuah teks merupakan tenunan yang tersusun dari berbagai utas benang. Apabila kita hanya mengikuti satu utas benang, kita mendapat kesimpulan yang keliru. Tetapi juga , apabila kita mengikuti berbgai utas benang maka kiat juga tidak dapat menentukan arti yang definitif. Kritiik menuju ke arah ”apora” tidak mengetahui arti secra pasti apa jalan keluarnya akhirnya
1.Teks tidaklah mencerminkan kenyataan, tetapi teks membangun kenyataan.bahasa tidak menghadirkan kenyataan (latar. Peristiwa atau kejadian, dan perbuatan tokoh), tetapi bentuk-bentuk bahasa menghadirkan peristiwa,dan perbuatan tokoh hany dalam angan-angan pengarang.
2. Sebuah teks merupakan tenunan yang tersusun dari berbagai utas benang. Apabila kita hanya mengikuti satu utas benang, kita mendapat kesimpulan yang keliru. Tetapi juga , apabila kita mengikuti berbgai utas benang maka kiat juga tidak dapat menentukan arti yang definitif. Kritiik menuju ke arah ”apora” tidak mengetahui arti secra pasti apa jalan keluarnya akhirnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar