Powered By Blogger

Kamis, 20 November 2014

UNSUR-UNSUR PEMBANGUN PUISI (BUNYI dan RIMA)



UNSUR-UNSUR PEMBANGUN PUISI (BUNYI dan RIMA)
Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan (Sitomorang, 1980:10). Dalam puisi bunyi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan anasir-anasir musik, misalnya : lagu, melodi, irama, dan sebagainya. Bunyi di samping hiasan dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas ; menimbulkan suasana yang khusus dan sebagainya.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait atau persamaam bunyi dalam puisi. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
A.  Jenis- jenis Rima
Berdasarkan jenisnya, rima (persajakan) dibedakan menjadi:
1.      Rima sempurna, yaitu persama bunyi pada suku-suku kata terakhir.
2.      Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir.
3.      Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata sebunyi)
4.      Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama.
5.      Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan).
6.      Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan.
7.      Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata.
8.      Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf mati/konsonan.

Berdasarkan letaknya, rima dibedakan:
1.      Rima awal, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
2.      Rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait puisi.
3.      Rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi.
4.      Rima tegak yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bait-bait puisi yang dilihat secara vertical
5.      Rima datar yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada baris puisi secara horisontal
6.      Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi yang mengandung kesejajaran maksud.
7.      Rima berpeluk, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dan larik keempat, larik kedua dengan lalrik ketiga (ab-ba).
8.      Rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik ketiga dan larik kedua dengan larik keempat (ab-ab).
9.      Rima rangkai/rima rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa)
10.  Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb)
11.  Rima patah, yaitu persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik puisi (a-b-c-d)
B.  Macam Ragam Bunyi
Ragam bunyi dalam puisi dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
a)    Ragam bunyi cacophony
Bunyi cachophony dapat dipakai untuk menciptakan suasana-suasana ketertekanan, keterasingan, kesedihan, syahdu, suram, haru, pilu, dan sbagainya. Secara visual ragam bunyi ini banyak memakai konsonan /b/, /p/, /m/, /k/, /h/, /p/, /t/, /s/, /r/, /ng/, /ny/.
Contoh Bunyi cacophony terdapat dalam puisi Goenawan Mohammad yang berjudul di muka jendela.
DI MUKA JENDELA
Di Sini
cemara pun gugur daun. Dan Kembali
ombak-ombak hancur terbantun.
Di sini
kemaraupun menghembus bumi
menghembus bumi
menghembus pasir, dingin dan malam hari
ketika kedamaian pun datang memmanggil
ketika angina terputus-putus di hatimu memanggil
dan sebuah kata merekah
diucapkan ke ruang yang jauh:—Datanglah!
Ada sebuah bikit, meruncing merah
dari tanah padang-padang yang tengadah
tanah padang-padang terkukur
dimana tangan hatimu terulur. Pula
ada menggasing kincir yang sunyi
ketika senja mengerdip, dan di ujung benua
mencecah pelangi:
Tidakkah siapapun lahir kembali di detik begini
ketika bangkit bumi,
sejak bisu abadi,
dalam kristal kata
dalam pesona?
b)   Ragam bunyi euphony
Bunyi euphony dipakai untuk menghadirkan suasana keriangan, semangat, gerak, vitalitas hidup, kegembiraan, keberanian dan sebagainya. Secara visual ragam euphony didominasi dengan penggunaan bunyi-bunyi vocal. Efoni biasanya untuk menggambarkan perasaan cinta atau hal-hal yang menggambar kankesenangan lainnya.
Contoh efoni antara lain : berupa kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi) a, e, i, u, o dengan bunyi-bunyi konsonan bersuara (voiced) seperti b, d, g, j, bunyi liquida seperti r dan l, serta bunyi sengau seperti m, n, ny, dan ng. Contoh Bunyi euphony terdapat dalam puisi Chairil Anwar yang berjudul Aku.
AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
c)    Ragam bunyi anamatope
Bunyi anamatope disebut sebagai lambang rasa, merupakan bunyi yang menghadirkan bunyi-bunyi makhluk hidup, alam, inatang dan sebagainya. Misalnya saja ringkik kuda, lenguh kerbau, cit-cit ayam, gericik air, tik-tik hujan.
Contoh Bunyi anamatope terdapat dalam puisi Subagio Sastrowardoyo yang berjudul Dewa Tealh Mati.
Dewa Telah Mati
Tak ada dewa di rawa-rawa ini

Hanya gagak yang mengakak malam hari
Dan siang terbang mengitari bangkai
Petapa yang terbunuh dekat kuil.
Dewa telah mati di tepi-tepi ini.
Hanya ular yang mendesir dekat sumber
Lalu minum dari mulut
Pelacur yang tersenyum dengan bayim sendiri
Bumi ini perempuan jalang
Yang menariklaki-laki jantan dan pertapa
Kerawa-rawa museum hari ini
Dan membunuh pagi hari.
Pendapat lain dikemukakan oleh Roman Ingarden dari Polandia. Orang ini mengatakan bahwa sebenarnya karya sastra (termasuk puisi) merupakan struktur yang terdiri dari beberapa lapis norma. Lapis norma tersebut adalah dalam menganalisis efek bunyi, Rene Wellek membagi:
a.       Beda pelaksanaan dan
b.      Pola bunyi misalnya dengan membaca keras.
Dalam membaca keras ditambahkan sifat khas pada pola bunyi dan juga kita kadang-kadang menyembunyikannya.
Bunyi dibedakan dua aspek:
a.       Aspek Inheren
Ialah kekhususan bunyi a, o , atau p. Aspek ini disebut sifat bunyi atau bunyi indah (musicality,euphony)
b.      Aspek Rasional
Ialah dasar irama dan guru lagu : nada (tinggi rendah), tempo (lama atau sebentar), dinamik (kuat atau lemah), ulangan (jarang atau tetap).
Dalam puisi bunyi dipergunakan sebagai orkestrasi, ialah untuk menimbulkan bunyi musik. Bunyi konsonan dan vokal disusun begitu rupa sehingga menimbulkan
bunyi yang merdu dan berirama seperti bunyi musik. Dari bunyi musik ini dapatlah mengalir perasaan, imaji-imaji dalam pikiran atau pengalaman-pengalaman jiwa
pendengarnya atau pembacanya. Seperti misalnya bila kita mendengar bunyi musik instrumentalia, bunyi yang merdu itu menimbulkan perasaan-perasaan, pikiran-pikiran dan gambaran-gambaran angan, pendek kata, menimbulkan pengalaman jiwa yang mengagumkan.Di dalam puisi bunyi kata itu di samping tugasnya yang utama sebagai simol arti dan juga untuk orkestarsi,digunakan sebagai:
1)   Peniru bunyi atau anomatope
2)   Lambang suara (kleanksymboliek)
3)   Kiasan suara (klankmtapthoor)
Peniru puisi kebayakan hanya memberikan saran tentang suara sebenarnya anomatopa tangagapan yng jelas dari kata-kata yang tidak adanya hubungan dengan hal
yang ditunjuk. Kiasan suara rupanya tidak banyak dipergunakan dalam puisi. Misalnya bunyi r dalam sajak chairil anwar, bunyi r yang berturut-turut mengiaskan gercik riak air laut yang mengalir. Desir hari lari berenangMenemu ujuk pangkal akanan.
Lambang rasa dihubungkan dengan suasana hati, suasana hati ringan, riang, dilukiskan dengan bunyi vocal e dan I yang terasa ringan, tinggi, kecil. Bila pemakaian bunyi tidak disesuaikan atau dihubungkan dengan peniru bunyi, kiasan bunyi, dan lambing rasa, hanya sebagai hiasan dan permainan bunyi saja, tidak untuk mengintensifkan arti, maka tidak mempunyai atau kurang mempunyai daya ekspresi. Bahkan yang seperti itu akan mengurangi atau menghilangkan kepuitisannya.
Selain itu, perlu juga dibicarakan peniruan bunyi ( Onomatopei ). Onomatopei dibagi menjadi tiga macam:
1.      Peniruan suara sebulatnya, misalnya bunyi ayam berkokok.
2.      Penggambaran bunyi bahasa dalam kalimat yang berupa kata-kata yang bersifat anomatopoi.
3.      Perlambangan bunyi dalam metafora.
Dalam karya sastra aspek irama ( ukuran waktu atau tempo ) juga penting dalam persoalan yang lebih penting adalah menerangkan sifat-sifat irama baik dalam puisi atau prosa. Dalam puisi irama merupakan factor penting. Sedangkan dalam prosa, irama dipahami seperti irama dalam percakapan sehari-hari.
C.  Intonasi
Intonasi atau lagu kalimat berkaitan dengan ketepatan dalam menentukan keras-lemahnya pengucapan suatu kata. Intonasi dan artikulasi sangat berkaitan dengan irama. Irama merupakan unsur sangat penting dan jiwa dari sebuah puisi. Irama adalah totalitas dari tinggi rendah, keras lembut, dan panjang pendek suara. Irama puisi tercipta dengan melakukan intonasi. Ada 3 jenis intonasi dalam pembacaan puisi,yaitu sebagai berikut:
a.    Intonasi dinamik, yaitu tekanan pada kata-kata yang dianggap penting.
b.    Intonasi nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjub, dan lain sebagainya. Sementara, suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa, dan lain sebagainya.
c.    Intonasi tempo, yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.




D.  Irama dalam Puisi
1.         Irama merupakan bagian dari struktur fisik dalam kajian puisi.
2.         Irama dalam bahasa asing yaitu rhythm (ing), ritme (ind).
3.         Irama dalam bahasa adalah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa irama itu pergantian berturut-turut secara teratur.
Menurut R.J. Pradopo, irama dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1.      Metrum
a.       Metrum jambis, tiap kaki sajak terdiri dari sebuah suku kata tak bertekanan diikuti suku kata yang bertekanan.
b.      Metrum anapes, tiap kaki sajak terdiri dari tiga suku kata yang tak bertekanan diikuti suku kata yang tak bertekan, kemudian diikuti suku kata yang bertekanan.
c.       Metrum trochee atau trocheus, tiap kaki sajaknya terdiri dari suku kata yang bertekanan diikuti suku kata yang tak bertekanan.
2.      Ritme
Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
 Timbulnya irama dalam puisi disebabkan oleh:
1.      Perulangan bunyi berturut-turut dan bervariasi, misalnya sajak akhir, asonansi, dan aliterasi.
2.      Adanya paralelisme-paralelisme, ulangan-ulangan kata dan ulangan-ulangan bait.
3.      Adanya tekanan kata yang bergantian keras lemah, yang disebabkan oleh sifat-sifat konsonan dan vokalnya atau panjang pendek kata juga disebabkan oleh kelompok-kelompok sintaksis: gatra atau kelompok kata.
 Fungsi irama dalam puisi :
1.      Puisi terdengar merdu
2.      Mudah dibaca
3.      Menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tak terputus dan terkonsentrasi sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji-imaji) yang jelas dan hidup.
4.      Menimbulkan pesona atau daya magis

E.  Melodi
1.      Melodi adalah susunan deret suara yang teratur dan berirama (Kusbini, 1953:62)
2.      Melodi timbul karena pergantian nada kata-katanya, tinggi rendah bunyi yang berturut-turut. Makin kuat melodi nyanyian kian liris sajak itu.
3.      Bedanya melodi nyayian dengan puisi ialah terletak pada macam bunyi (nada) yang terdapat pada sajak itu tak seberapa banyaknya dan intervalnya (jarak nada) itu juga terbatas.
4.      Irama, metrum, dan melodi itu bekerja sama dalam sajak hingga menghasilkan (merupakan) kesatuan yang indah padu
F.   Tekanan
1.        Tekanan dinamika; adalah tekanan pada kata yag terpenting, menjadi sari kalimat dan bait sajak.
2.        Tekanan nada; adalah tekanan tinggi (rendah). Perasaan marah, gembira, dan heran sering menaikan suara, sedang perasaan sedih menurunkan suara.
3.        Tekanan tempo; adalah cepat lambatnya pengucapan suku kata, kata, atau kalimat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar