UNSUR-UNSUR PEMBANGUN PUISI (KATA dan BAHASA KIAS)
A. UNSUR KATA
Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan
(Depdiknas, 2007: 513). Dalam puisi, kata bisa diucapkan juga dituliskan. Kata
menjadi sangat penting sekali sebab melalui katalah kita mengungkapkan puisi.
Ada dua hal yang menjadi sorotan kaitannya dengan diksi dan interpretasinya
pada sebuah puisi. Pertama, mengenai pemilihan diksi. Kedua, mengenai cara
pemaknaan diksi itu sendiri. Menurut Sudjiman (1984: 19) diksi yang baik adalah
yang tepat dan selaras dengan peristiwa yang dibicarakan pada suatu puisi.
Pemilihan kata pada sebuah puisi didasarkan pada pertimbangan apakah suatu kata
mampu atau tidaknya menyampaikan pesan yang ingin disampaikan secara utuh. Hal
ini menjadi penting agar maksud si penyair dapat tersampaikan. Kadang seorang
penyair harus merevisi diksi puisinya saat dirasa belum sepenuhnya mampu
menyampaikan apa yang dimaksudkan. Artinya, sang penyair merasa ada yang
kurang. Hal ini pernah terjadi pada Chairil Anwar, puisinya yang berjudul
Hampa. Pada versi pertamanya, Deru Campur Deru (DCD), kata-kata sebelum larik
awalnya hanyalah Kepada Sri. Sedangkan, pada versi kedua, Kerikil Tajam
diubah menjadi Kepada Sri yang selalu sangsi. Alasan Chairil menambahkan
kata yang selalu sangsi mungkin untuk menimbulkan efek suasana yang
lebih mengena daripada pilihan diksi sebelumnya, yaitu hanya Kepada Sri
saja. Untuk membandingkannya, dapat kita lihat contohnya di bawah ini.
Versi
DCD:HAMPA
Kepada
Sri
Sepi
di luar
Sepi
menekan-mendesak
Lurus
kaku pohonan
Tak
bergerak
Sampai
ke puncak Sepi memagut,
Tak
satu kuasa melepas-renggut
Segala
menanti. Menanti. Menanti
Sepi
Tambah
ini menanti jadi mencekik
...dst.
(Chairil Anwar, Aku Ini Binatang Jalang: 24)
(Chairil Anwar, Aku Ini Binatang Jalang: 24)
Versi
Kerikil Tajam:
HAMPA
Kepada
Sri yang selalu sangsi
Sepi
di luar Sepi menekan-mendesak
Lurus
kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai
ke puncak Sepi memagut,
Tak
satu kuasa melepas-renggut
Segala
menanti. Menanti. Menanti
Sepi
Tambah
ini menanti jadi mencekik
...dst.
(Chairil Anwar, Aku Ini Binatang Jalang: 24)
(Chairil Anwar, Aku Ini Binatang Jalang: 24)
Kemudian, menurut Hasanuddin WS (2012:
68-69) penyair boleh menggunakan bahasa sehari-hari, komunikasi, atau memilih
bahasa apa saja. Penyair
juga boleh menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah. Hal ini semata-semata
demi kepentingan kepadatan makna, demi kepentingan tersampaikannya makna secara
utuh dan memiliki nilai estetik. Diksi yang dianggap berlebihan adalah saat
seorang penyair menggunakan kata yang begitu jarang digunakan, padahal masih
ada kata lain yang lebih umum namun masih memiliki nilai estetis. Hal
yang kedua menjadi sorotan kaitannya dengan unsur kata adalah mengenai secara
apa kita memaknai sebuah puisi (interpretasi). Secara denotatif ataukah
konotatif? Denotatif berarti mengacu pada makna yang tertera di kamus,
sedangkan konotatif sebaliknya memerlukan tambahan makna lain berdasarkan
konteks yang dihadirkan. Contoh:
B. UNSUR BAHASA KIASAN/MAJAS (FIGURATIVE
LANGUAGE)
Bahasa puisi tidak lepas dari penggunaan majas/bahasa
kiasan. Majas adalah bahasa kias, bahasa yang dipergunakan untuk menciptakan
efek tertentu (admin, http://carapedia.com/pengertian_majas_info741.html, akses 28 Oktober 2014). Pradopo (2012: 62), menyatakan bahwa penggunaan majas
menyebabkan puisi menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan
terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Contoh dalam hal menimbulkan
kejelasan gambaran angan, seorang penyair yang ingin mengungkapkan perasaan
rindu bisa saja mengumpamakannya seperti tanah kering yang menanti hujan. Ada
begitu banyak jenis majas. Pada makalah ini hanya akan dijelaskan beberapa
saja. Secara umum, gaya bahasa terbagi ke dalam beberapa kelompok di antaranya:
majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan majas perulangan.
1.
Majas
Perbandingan
Majas
ini digunakan untuk membandingkan satu hal dengan lainnya. Yang tergolong ke
dalam majas perbandingan di antaranya: asosiasi/perumpamaan, metafora,
personifikasi, depersonifikasi, alegori, simbolik, dan simile (Mulyadi, http://mbahkarno.blogspot.com/2012/08/macam-macam-majas-perbandingan-beserta.html, akses 28 Oktober
2014).
a.
Asosiasi/Perumpamaan
Majas
ini digunakan untuk membandingkan dua hal yang hakikatnya berbeda namun sengaja
dianggap sama. Biasanya ditandai dengan kata bagai, seperti, umpama,
laksana, dan lain-lain. Contoh:
Sungai susu
Di pangkal tidurnya mereka dengar
bisikan
Halus bagai biji-biji hujan yang
berkecambah
Siap tumbuh memanjat udara ke awan-awan
setelah diguyur matahari tidak terbelah
...dst.
(mam, 2012: 39)
(mam, 2012: 39)
b.
Metafora
Menurut Becker (Seperti dikutip Pradopo, 1978: 317), metafora itu melihat sesuatu dengan perantara benda yang lain. Majas ini digunakan untuk mengungkapkan perbandingan analogis tanpa menggunakan kata-kata yang digunakan pada majas asosiasi. Contoh:
Menurut Becker (Seperti dikutip Pradopo, 1978: 317), metafora itu melihat sesuatu dengan perantara benda yang lain. Majas ini digunakan untuk mengungkapkan perbandingan analogis tanpa menggunakan kata-kata yang digunakan pada majas asosiasi. Contoh:
Bumi
ini perempuan jalang.
(Subagyo,
“Dewa Telah Mati”, 1975: 9)
c.
Personifikasi
Majas ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia (Pradopo, 2012: 75). Contoh:
Mimpi segelap apa pun selalu memiliki sebatang pulpen yang mampu mencatat nama-nama atau kehidupan bahkan kehidupan yang sudah mati. Tetapi dalam mimpimu tinta pulpen itu hanya jatuh cinta kepada satu nama. nama yang melukaimu: aku
Majas ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia (Pradopo, 2012: 75). Contoh:
Mimpi segelap apa pun selalu memiliki sebatang pulpen yang mampu mencatat nama-nama atau kehidupan bahkan kehidupan yang sudah mati. Tetapi dalam mimpimu tinta pulpen itu hanya jatuh cinta kepada satu nama. nama yang melukaimu: aku
...dst.
(mam, 2012: 19)
d.
Depersonifikasi
Depersonifikasi adalah jenis majas yang mengumpamakan manusia seolah-olah menjadi binatang, tumbuhan, dan benda-benda mati lainnya. Majas ini kebalikan dari majas personifikasi (admin, http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/majas-depersonifikasi-pengertian-contoh-perbandingan.html, akses 28 Oktober 2014). Contoh: Aku melihatnya diam mematung.
Depersonifikasi adalah jenis majas yang mengumpamakan manusia seolah-olah menjadi binatang, tumbuhan, dan benda-benda mati lainnya. Majas ini kebalikan dari majas personifikasi (admin, http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/majas-depersonifikasi-pengertian-contoh-perbandingan.html, akses 28 Oktober 2014). Contoh: Aku melihatnya diam mematung.
e.
Alegori
Majas ini berupa cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan ini mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Majas ini dapat pula dikatakan sebagai lanjutan dari metafora. Dan majas ini banyak ditemui di puisi-puisi Angkatan Pujangga Baru. Juga banyak ditemui pada puisi-puisi modern (Pradopo, 2012: 71). Contoh:
Majas ini berupa cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan ini mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Majas ini dapat pula dikatakan sebagai lanjutan dari metafora. Dan majas ini banyak ditemui di puisi-puisi Angkatan Pujangga Baru. Juga banyak ditemui pada puisi-puisi modern (Pradopo, 2012: 71). Contoh:
KAPAL NUH
Sekali
akan turun lagi
kapal Nuh di pelabuhan malam
tanpa kapten
hanya Suara yang berseru ke setiap hati:
“Mari!”
Kita berangkat berkelamin, laki-isteri,
untuk berbiak di tanah baru yang berseri,
juga makhluk yang merangkak
di darat di langit terbang
masuk sejodoh-sejodoh. Masing-masing
mendapat ruang
di haluan, di buritan, di timbaruang.
bahkan bunga, emas dan perak
itu batu mulia
yang memancarkan api rahmat
turun termuat.
kalau bahtera mulai bertolak
dekat kita dengar bumi retak
Bumi, yang telah tua
oleh usia dan derita.
(Simphoni, 1975: h. 23)
kapal Nuh di pelabuhan malam
tanpa kapten
hanya Suara yang berseru ke setiap hati:
“Mari!”
Kita berangkat berkelamin, laki-isteri,
untuk berbiak di tanah baru yang berseri,
juga makhluk yang merangkak
di darat di langit terbang
masuk sejodoh-sejodoh. Masing-masing
mendapat ruang
di haluan, di buritan, di timbaruang.
bahkan bunga, emas dan perak
itu batu mulia
yang memancarkan api rahmat
turun termuat.
kalau bahtera mulai bertolak
dekat kita dengar bumi retak
Bumi, yang telah tua
oleh usia dan derita.
(Simphoni, 1975: h. 23)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar